Minggu, 24 Oktober 2010
Fiqi Zakat...
ZAKAT
Zakat adalah salah satu rukun dari rukun-rukun Islam yang wajib bagi setiap orang muslim untuk menunaikannya. Ada kurang lebih 32 ayat dalam Al Qur'an yang selalu menyebutkan sholat dan diikuti dengan perintah menunaikan zakat. Zakat telah disyare’atkan semenjak tahun kedua hijriyyah dan sebelumnya telah diwajibkan secara mutlak di Mekkah. Zakat merupakan aset ummat yang memberikan pelayanan pada para mustahiqnya terlebih pada kaum fakir dan miskin sehinga mereka merasa ada dalam lindungan dan pemeliharaan Khilafah Islam. Bagi siapa saja yang membangkang untuk membayarkan zakatnya denagn i’tiqod maka ia telah kafir dengan apa yang telah diwajibkan oleh Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dan rosul-NYa, oleh karena itu golongan orang-orang tersebut harus diperangi hingga mau membayarkannya kembali.
Pengertian dan pembagian zakat
Zakat berarti pensucian, yaitu pembersihan jiwa atau harta yang dimiliki dengan akad tertentu pada waktu dan kadar tertentu.
Zakat secara global dibagi menjadi 2 bagian besar :
1. Zakat jiwa, yang dikenal dengan zakat fitroh berfungsi untuk membersihkan jiwa dari pengakit-penyakit pada diri manusia. Ia wajib dibayar setiap muslim laki-laki, wanita, besar, kecil, tua, muda tidak memandang ukuran umur atau yang lainnya. Karena untuk membersihkan setiap diri dan dibayarkan satu tahun sekali di akhir bulan Ramadhan sebelum pelaksanaan sholat ‘iedul Fitri.
2. Zakat harta yaitu zakat yang dibayarkan atas dasar kepemilikan harta yang telah mencapai batasan tertentu dan waktu yang tertentu yang lazim disebut dengan Zakat Maal.
Perbedaan antara keduanya adalah bahwa zakat jiwa dibayar sendiri dan orang yang ditanggungnya serta menjadi pembersih diri dan jiwa setelah melakukan ibadah soum sedangkan zakat maal untuk membersihkan harta kekayaan yang dimiliki dalam batas dan ukuran yang telah ditentukan.
Secara global hak Alloh Subhanahu Wa Ta'ala yang diwajibkan haratanya adalah :
1. Emas dan perak, sebagaimana firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala : (QS At Taubah ayat 34 )
2. Tanaman dan Buah-buahan, sebagaimana firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala : (QS Al An’am ayat 141 )
3. Harta dagangan dan selainnya yang diusahakan, sebagaimana firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala : (QS Al Baqoroh ayat 276 )
4. Sesuatu yang keluar dari bumi.
Syarat-Syarat Wajibnya Zakat
Adapun syarat wajib membayar zakat fitroh ada tiga macam yaitu Islam, merdeka, dan memiliki bahan makanan pokok dengan ukuran lebih dari yang dibutuhkan.
1. Islam bukan kafir secara zhahir, tidak pula murtad. Menurut Jumhur Ulama’, murtad itu mauquf (tergantung di akhir hidupnya), kalau kembali ke Islam, maka wajib baginya membayar zakatbila tidak maka tidak wajib menunaikannya.
2. Budak bukan merdeka.
Hadits yang menjadi dalil zakat menunjukkan bahwa budak dan anak kecil terkena kewajiban membayar zakat fithrah termasuk laki-laki dan perempuan. Ini merupakan musykil, padahal para imam madzhab hanya mensyaratkan merdeka dan pemilik nishab.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalany berkata : “Yang wajib adalah atas tuannyayang mampu mencarikannya atau memberi kesempatan baginya untuk mencari, seperti shalatnya pun tergantung pada tuannya. Ini adalah perkataan Daud Azh-Zhahiry. Tapi perkataannya ini diselisihi oleh pengikutnya dan Jumhur. Adapun dalil yang dipergunakan Jumhur :
لَيْسَ فِي الْعَبْدِ صَدَقَةٌ إِلاَّ صَدَقَةُ الْفِطْرِ
Artinya, “Tidak ada kewajiban zakat terhadap budak kecuali zakat fithrah.”
لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي عَبْدِهِ وَلاَ فَرْسِهِ صَدَقَةُ الْفِطْرِ فِي الرَّقِيْقِ
Artinya,“Tidak ada kewajiban zakat fithrah bagi seorang muslim terhadap hambanya,
tidak pula terhadap kudanya, pada diri hamba sahaya.” (HR. Bukhari)
3. Untuk perempuan, kewajiban zakatnya yang membayar adalah orang yang menanggung nafaqahnya, begitu dikatakan oleh Jumhur (Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, Al-Laits dan Ishaq). Adapun Imam Abu Hanifah, Ats-Tsaury dan Ibnul Mundzir berpendapat bahwasanya kewajiban atas dirinya, baik bersuami atau tidak.
4. Adapun orang kafir yang memiliki pembantu atau budak muslim, maka harus mengeluarkan zakat untuk mereka yang ada di bawah tanggungannya. Ini menurut madzhab Syafi’i.
Ahlu Zakat atau Mustahiq Zakat
Ahlu zakat ada 8 golongan sebagaimana yang diterangkan langsung oleh Alloh dalam surat At Taubah ayat yang ke-60 yang berbunyi :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيم .
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. 9:60).
Sungguh merupakan perkara yang agung setelah urusan sholat, karena Alloh telah terangkan secara langsung dalam Al Qur’an yang bila disebut urusan sholat maka akan disebut juga perkara zakat.
Adapun delapan golongan tersebut adalah :
1. Fakir
2. Miskin
3. Amil Zakat
4. Muallaf
5. Riqob atau budak
6. Ghorimin atau orang yang memiliki hutang dan tidak bisa membayarnya.
7. Fii Sabilillah
8. Ibnu Sabil
Dalam satu hadits rasululloh Salallahu 'Alaihi Wa Sallam disebutkan dari Ziyad bin Harits As Soda’I ia berkata saya datang pada Rasululloh Sallallohu 'Alaihi Wasallam untuk berbai’at lalu beliau sebutkan hadits yang panjang. Lalu datang seorang lelaki ia berkata : Berilah aku sedekah ! maka Rasululloh Sallallohu 'Alaihi Wasallam bersabda : Sungguh tidaklah Alloh ridho terhadap keputusan nabiNya atau yang lain dalam perkara sedekah. Hingga ia memutuskan 8 golongan bila engkau ada diantara golongan tersebut niscaya aku beri. ( HR Abu Dawud )
Dan diantara syarat pembagian zakat adalah pembagian harus kepada delapan golongan tersebut tanpa selainnya.misalkan membangun masjid, memperbaiki bangunan, membuat jembatan, mengkafani mayit atau yang lainnya. Karena lafadz ayat tersebut memakai bentuk pembatasan / Al Hasr yaitu انّما yang berfungsi untuk mengokohkan hukum yang telah disebutkan dan menafikan selainnya demikian juga ال Ta’rif yang menunjukan pengkhususan dalam lafadz الصدقة.
Dibawah ini dimuat pembagian musonnif zakat secara ringkas :
1. Fakir yaitu seseorang yang tidak memilki sesuatupun untuk mencukupi kebutuhannya ia lebih butuh dari orang yang miskin.
2. Miskin yaitu seseorang yang sebagian kebutuhannnya tercukupi atau sebagian besar kebutuhannya telah tercukupi akan tetapi ia masih dalam kekurangan dan ia malu untuk meminta-minta pada orang lain.
3. Amil yaitu orang yang menerima , menjaga, menulis, dan membagikan harta zakat termasuk orang yang menuimbang dan membawanya.
4. Muallaf yaitu orang hatinya masih lemah dalam menerima keislaman dan iman diantaranya adalah orang yang baru memeluk Islam. Muallaf dibagi menjadi dua golongan yaitu
Muslim yaitu orang yang lemah iman dan wala mereka ada 4 macam yaitu orang yang terhormat, muslim lemah iman, muslim yang wala terhadap orang kafir dan seorang fajir yang bengis.
Kafir mereka dibagi menjadi 2 golongan yaitu orang kafir yang diharap kebaikannya untuk masuk Islam dan orang kafir yang ditakutkan kejelekannya.
Rasululloh Salallohu 'alaihi Wa Sallam pernah mengutus Ali bin Abi Tholib ke Yaman dan beliau membagi zakat untuk golongan Mu’allaf pada 4 orang yaitu : Al Afro’ bin Hasy Al Handzoli, uyainah bin Badr Al Fazazi, Al Qomah bin Ulatsah Al Amiri dan seorang dari bani Killab. Melihat hal itu orang Quraisy marah dan mengajukan protes pada Rasululloh Salallohu 'alaihi Wa Sallam. Mereka berkata : Kenapa harta zakat itu diberikan pada para penghalang Islam ? sedangkan kita telah ditinggalkan !. Maka Rasululloh Salallohu 'alaihi Wa Sallam bersabda : Hanyasanya saya lakukan hal ini untuik melembutkan hati mereka. ( HR Muttafaq ‘Alaih ) Demikian juga ketika habis dari perang Hunain Rasululloh Salallohu 'alaihi Wa Sallam beriakn zakat pada Sofwan bin Umayyah. Dan masih banyak lagi kisah sejarah dalam hal ini.
5. Budak, kita tidak bahas dalam makalah ini dikarenakan tidak adanya sistem perbudakan di Indonesia.
6. Orang yang berhutang
Golongan Ghorimin atau orang yang berhutang ada 2 macam yaitu : orang yang berhutang uang dikarenakan untuk memperbaiki hubungan dua orang yang berselisih dan orang yang berhutang karena bangkrut dari usahanya. Termasuk dalam kategori ini adalah orang yang berhutang demi membebaskan dirinya dari orang kafir.
7. Orang yang berperang
Yang dimaksudkan dalam ayat sebagai Fii Sabilillah adalah orang yang jelas berperang pada jalan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dan tidak ada perselisihan diantara para Ulama dalam menentukan golongan ini yaitu mereka yang mempertahankan diri dan berperang melawan musuh. Adapun golongan ini yang lebih berhak adalah yang aktif dalam peperangan. Termasuk kategori ini adalah orang yang menunaikan ibadah haji.
Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari berkata : fie sabilillah artinya operasional pendanaan dalam memperjuangkan dinullah, jalan Allah dan syariat-Nya yang telah disyariatkan pada hamba-Nya dengan cara memerangi musuh-musuh Allah, yaitu orang-orang kafir.
Ibnu Zaid berkata : fie sabilillah adalah orang yang berperang dii jalan Allah.
Sabda nabi : shadaqoh haram bagi orang kaya kecuali pada lima orang : 1. Amil zakat 2. …………….
Imam Al-Qurthubi berkata : fie sabilillah yaitu orang yang berperang dan orang yang berada di tempat ribath / berjaga di perbatasan wilayah musuh. Mereka diberi kebutuhan pendanaan dalam peperangan mereka, baik mereka kaya ataupun miskin, demikian perkataan mayoritas Ulama.
Ibnul A’roby mengutip perkataan Imam Malik bahwasanya : jalan Allah itu banyak sekali akan tetapi saya tidak mendapatkan satu pertentangan bahwa maksud sabilillah adalah perang, dan yang berhubungan dengan perang, kecuali yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ishaq : keduanya menyakatan bahwa sabiillah adalah haji. Adapun yang benar menurut saya dari perkataan keduanya bahwa haji itu termasuk satu jalan dengan perang.
Imam Muhammad bin Abdul Hakam : dana shadaqoh dibelanjakan untuk pembelian senajata dan segala peralatan yang dibutuhkan dalam peperangan dan dalam mencegah datangnya musuh.
8. Ibnu Sabiil
Ibnu Sabil Yaitu para musafir yang telah kehabisan bekal baik dalam safar yang bersifat wajib ataupun yang mubah. Termasuk dalam kategori ini yang paling berhak adalah para Tolibul Ilmi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah ditanya seseorang yang mencari ilmu dan ia membutuhkan kitab yang harus dikaji dan kitab ilmu yang dapat menyibukan dan harus dipelajari dalam urusan dien dan dunia maka beliau menjawab bolehnya ia mendapat bagian darinya.Beliau tambahkan keterangan dalam bukunya Syarhul ‘iqna : Semoga hal tersebut tidak keluar dari golongan penerima zakat, karena hal tersebut adalah bagian adri keperluan mencari ilmu yang disamakan dengan nafaqoh.Demikian juga seorang pencari ilmu syar’I yang menjadikan pekerjaan lain sebagai sambilan untuk menafkahinya dalam tolabul ilmi maka tidak mengapa untuk menda[pat bagian dari zakat Dan bila ia mampu mencari rizki maka tidaklah diberi harta zakat.
Zakat Fithri
Definisi Zakat Fithri
Zakat fithri yaitu shadaqah yang dikeluarkan pada akhir Ramadhan, pada malam hari Raya dan pagi harinya. Disebut dengan zakat fithri karena ia disyariatkan ketika bulan ( Ramadhan ) telah sempurna dan pada saat umat Islam yang melaksanakan shaum sudah berbuka dari shaum Ramadhan.
Al-’Allamah Ibnu Manzhur menyebutkan, arti zakat secara bahasa adalah thaharah (kesucian), pertumbuhan, barokah dan pertumbuhan. Dari kata bersinonim hal yang dikeluarkan dan pekerjaannya.
Menurut Imam An-Nawawi rahimahullah, zakat fithrah dan shadaqah fithrah merupakan satu lafazh terlahir, bukan bahasa arab asli, bukan pula kata pinjaman dari bahasa lainnya, akan tetapi merupakan istilah fuqaha’. Seolah-olah dari kata خِلْقَةٌ (ciptaan), yaitu zakat untuk ciptaan (زَكَاةُ الْخِلْقَةِ) .Penulis Al-Hawy juga mengatakan itu.
Adapun secara syara’, Abdurrahman Al-Jazary berkata : “Zakat adalah penetapan hak milik tertentu untuk orang yang berhak dengan syarat-syarat yang telah ada.”
Dan para ulama’ madzhab Hanbali menambahkan : “...dan dalam waktu tertentu.”
Dinamakan zakat fitrah karena dengannya mewajibkan berbuka dari puasa ramadhan (tidak berpuasa lagi). Adapun penamaan lain dari zakat fitrah adalah:zakat ramadhan, zakat shaum, shadaqah fitri, shadaqah shaum, zakat al-badan, dan shadaqah ar-ru’us.
Disyariatkannya Zakat Fithri
Zakat fithri disyariatkan dan diwajibkan ketika shaum Ramadhan, yakni ketika bulan sya’ban tahun ke-2 Hijriah.
Diwajibkan oleh Allah Ta’ala pada bulan ramadhan 2 hari sebelum dilaksanakannya shalat ‘Ied (hari raya ‘Iedul fitri).sebab zakat fithri disandarkan kepada Ramadhan dan berbuka dari shaum. Di samping itu, tidak pernah disebutkan bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat bershaum Ramadhan tanpa mengeluarkan zakat fithri.
Hukum Zakat Fithri
Hukum menunaikan zakat fitrah adalah wajib bagi seluruh kaum muslimin yang mampu membayarnya pada saat itu, hal ini telah disepakati oleh Jumhur Ulama’ berdasarkan dalil-dalil yang sohih diantaranya adalah firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat at taubah : 60
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيم .
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. 9:60).
Juga hadits yang datang dari sahabat Abdullah bin’Umar radhiyallah ‘anhu, beliau berkata :
عن عبد الله عمر رضى الله عنهما أن رسول الله صلّى الله عليه و سلّم فرض زكاة الفطرمن رمضان صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كل حر او عبد ذكر او انثى من المسلمين (الجماعه ).
Artinya : Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu 'anhuma bahwa Rosulullah Sallahu 'Alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fithrah setelah ramadlan satu sho’ dari tamar atau satu sho’ dari gandum terhadap kaum muslimin yang merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan ( HR. Al Jama’ah )
Dalam lafadz lain disebutkan :
عن ابن عمر رضي الله عنه قال:فرض رسول الله صلّى الله عليه و سلّم زكاة الفطر صاعا من تمر أو صاعا من شعير على العبد و الحرّ و الذّكر و الأنثى و الصّغير و الكبير من المسلمين و أمر بها أن تؤدّى قبل خروج النّاس إلى الصّلاة )رواه البخارى و مسلم (
Artinya:”Dari Ibnu Umar Radliyallahuanhuma ia berkata:Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah mewajibkan untuk menunaikan zakat fitrah dengan 1 sha’ kurma kering, atau 1 sha’ tepung gandum bagi setiap hamba sahaya, orang merdeka, kaum laki-laki, kaum perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin, dan beliau juga memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang pergi mengerjakan shalat(‘Iedul Fitri)”( HR Bukhori Muslim ). Juga satu hadits lagi dari Ibnu Umar, beliau mengatakan :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَلَى الْحُـرِّ وَ الْعَبْـدِ وَ الذَّكَرِ وَ الأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَ الْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْـلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ ( متفق عليه )
“Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar ( zakat fithri tersebut ) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat ‘id ( hari Raya ).”
( Muttafaqun’alaih ).
Dalam hadits lain disebutkan :
Adapun dalil yang menunjukkan wajibnya zakat fithrah adalah hadits yang diriwayatkan olrh Al-Hafizh ‘Abdur-Razzaq dengan sanad yang shahih, dari ‘Abd bin Tsa’labah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata : Sehari atau dua hari sebelum ‘Idul Fithri, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhuthbah seraya bersabda :
أَدُّوا صَاعًا مِنْ بِرٍّ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ شَعِيْرٍ عَنْ كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ، صَغِيْرٍ أَوْ كَبِيْرٍ
“Tunaikanlah zakat (fithrah) satu sha’ (empat mud) gandum, atau kurma kering,
atau tepung, atas setiap yang merdeka atau budak, baik kecil atau besar.”
Diwajibkan menunaikan zakat fitrah bagi seluruh kaum muslimin baik anak kecil maupun orang dewasa, laki-laki maupun perempuan, orang yang merdeka maupun hamba sahaya yang mampu menunaikannya pada saat itu, dan ini merupakan kesepakatan Jumhur Ulama’.
Zakat ini wajib dibayarkan terhadap diri sendiri dan terhadap orang-orang yang menjadi tanggungannya. Seperti isteri dan keluarga, apabila mereka tidak mampu melaksanakannya sendiri. Akan tetapi apabila mereka mampu melaksanakannya sendiri, itu lebih baik, karena mereka sendirilah yang dimaksud dalam kewajiban tersebut.
Adapun anak kecil yang belum memiliki harta maka dibebankan pada bapaknya, sedangkan istri dibebankan pada suaminya, dan budak dibebankan pada tuan(majikan)nya , namun jika istri melakukan perbuatan nusyuz(durhaka pada suaminya) sehingga menyebabkan suaminya tidak memberikan nafkah padanya maka tidak ada kewajiban suaminya untuk membayarkan zakat fitrahnya, karena zakat fitrah itu harus ditunaikan bagi seorang muslim untuk dirinya sendiri ataupun orang-orang yang ia nafkahi(seperti : istri, anak dan budak).
Sedangkan bayi yang berada di dalam kandungan Ibunya maka tidak diwajibkan untuk menunaikan zakat fitrah, namun kebanyakan Ahli Ilmu menghukuminya sunnah untuk ditunaikan , karena hal itu dilakukan oleh Shahabat Utsman bin ‘Affan Radliyallahuanhu.
Zakat fithri tidak diwajibkan kecuali terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari keperluannya ketika hari malam hari Raya dan pagi harinya. Jika ia tidak memiliki kelebihan kecuali kurang dari satu sha’ maka hendaknya ia dengan kelebihan itu ( yang jumlahnya kurang dari satu sha’ ) membayar fithrinya. Hal itu berdasarkan firman Allah ta’ala :
فَاتَّقُوا اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لأَنفُسِكُمْ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
artinya : Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” ( At-Taghabun :16 ).
Menurut pendapat Abi Hanifah, bahwa zakat fitrah wajib bagi wanita yang punya suami maupun tidak. Adapun menurut pendapat imam Tiga, Al Laits, serta Ishaq, Sesungguhnya seorang suami wajib mengeluarkan zakat fitrah bagi seorang istrinya. Karena ia termasuk orang yang menjadi tanggungan untuk menafkahinya. Mereka juga sepakat bahwa seorang muslim tidak boleh mengeluarkan zakat bagi istri yang kafir, meskipun dalam urusan nafkah masih menjadi kewajibanya.
Adapun untuk anak kecil, menurut pendapat jumhur, jika anak tersebut memiliki harta, wajib dikeluarkan darinya dan yang mengeluarkan adalah walinya. Tetapi jika ia tidak memiliki harta sendiri, maka kewajiban zakatnya dibebankan atas orang yang menanggung nafkahnya.4
Adapun berkanaan dengan janin, menurut jumhur fuqoha', Zakat fitrah tidak wajib atasnya.
Sedangkan imam Ibnu Hazm berpendapat:" Jika janin telah genap (dalam perut ibunya) seratus dua puluh hari sebelum menyingsingnya fajar hari raya, wajib dikeluarkan zakat fitrah atasnya.
Ibnu Hazm berhujjah, Bahwa Rasululloh saw telah memerintahkan untuk mengeluarkan zakat atas anak kecil dan dewasa. Sedangkan janin termasuk dari anak kecil. Maka setiap hukum yang diberlakukan atas anak kecil berlaku juga terhadap janin. Ibnu Hazm meriwayatkan dari Utsman bin Affan bahwasanya ia mengeluarkan zakat fitrah atas anak kecil, dewasa, dan janin dalam kandungan.
Yang benar bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Hazm tidaklah memilliki dalil yang kuat atas wajibnya mengeluarkan zakat fitrah atas janin. Dan salah jika dikatakan bahwa kalimat anak kecil (shoghir) dalam hadits mencakup janin yang ada dalam kandungan. Dan apa yang diriwayatkan oleh Utsman ra dan yang lainnya tidaklah menunjukkan adanya istihbab dalam mengeluarkanya. Barang siapa yang melakukanya itu baik baginya.
Imam Syaukani menyebutkan bahwa Ibnu Mundir telah menukil sebuah ijma' atas tidak wajibnya mengeluarkan zakat kepada janin. Sedang Imam Ahmad mengistihbabkan bukan mewajibkanya.1
Pemilik Harta Zakat Fithrah
Madzhab Hanbali mengatakan, “Zakat fithrah wajib atas orang yang mempunyai kelebihan makanan pokoknya dan untuk keluarganya di hari ‘Ied dan malamnya selain yang dia miliki yang itu merupakan kebutuhannya, seperti tempat tinggal, pembantu, kendaraan, pakaian sederhananya, dan buku-buku pengetahuan.”
Imam An-Nawawi menjelaskan : “Tentang kecukupan ( اليسار ) adalah orang yang punya kelebihan bahan makanan pokok hari itu untuk dirinya dan keluarganya dan orang-orang yang harus ditanggungnya pada malam hari’Iedul-Fithri.
Syarat-Syarat Mustahiq Zakat
1. Fakir kecuali Amil, Ibnu sabil, pengarang, pejuang fisabilillah meskipun mereka termasuk orang yang kaya. Begitu juga zakat halal bagi tholibul ilmi as syar'iyyah, dikarenakan menuntut ilmu syar'i adalah fardlu kifayah, ditakutkan karena dengan cenderung untuk bekerja akhirnya ia meninggalkan kewajiban menuntut ilmu tersebut.
2. Muslim, Tidak boleh memberikan zakat kepada orang kafir (tidak ada khilaf antar fuqoha' dalamhal ini)
3. Bukan merupakan tanggungan nafaqoh bagi muzakki. Yaitu kaum kerabat, istri, seperti orang tua (Keatas), anak (kebawah) hal ini diKarenakan menafkahi mereka adalah wajib hukumnya. Boleh memberikan zakat kepada kerabatnya yang lain seperti saudara laki-laki maupun saudara perempuan, paman, bibi, dan lain sebagainya. Sesuai dengan hadits Nabi saw:"
لحديث الطبراني عن سلمان بن عامر : الصّدقةُ على المسلمين صدقةٌ وهي لذي ا لرحْمِ اثنتان, صدقةٌ و صِلَّةٌ.(الطبراني). بل اِنَّ القرابةَ اَحقُّ بِزكاَةِ المُزَكِّي قال مالكُ, أَفضلُ مَنْ وضعتَ فيهِ زَكاتكَ قَرَابَتَكَ الَّذِي لاَ تَعولُ (الفقه الاسلامي 2\885,886)
hadits At-thobrony, dari Salman bin Amir:" Sebuah Shodaqoh atas muslim adalah shodaqoh dan jika ia diberikan kepada dhawi rohim dapat dua perkara yaitu shodaqoh dan menyambung tali persaudaraan.
Bahkan kerabat itu lebih berhak atas zakat. Imam malik berkata:"Lebih utama jika kamu memberikan zakatmu kepada kerabatmu yang bukan merupakan tanggunganmu.4
4. Tidak dari Bani Hasyim
5. Baligh, berakal, merdeka. 5
JENIS DAN UKURAN ZAKAT FITRAH
Adapun jenis makanan yang boleh dipergunakan untuk membayar zakat fithri ialah makanan pokok, seperti kurma,, gandum, beras, kismis, keju kering atau lainnya yang termasuk makanan pokok manusia.
Ukuran zakat fitrah yang telah ditentukan oleh Rasululloh saw adalah satu sho' atau sebanding dengan empat mud. Dan yang dikeluarkan adalah jenis makanan yang digunakan di negeri tersebut. Baik itu gandum, Kurma, beras, zabib, dan lain sebagainya. Malikiyah menambahkan lebih baik lagi kalau jenis yang dikeluarkan berupa bahan makanan yang terbaik dinegeri tersebut.4
Sebagaimana perkataan Abu Said ra:
عن اَبي سعيد الخذري رضي الله عنه قَالَ كُنَّا نُخرجُ زكاةَ الفطرِ صاعًا مِن طعامٍ أَو صاعًا مِن شعيرٍ أو صاعًا مِن تمَرٍ أو صاعًا مِن أقطٍ أَوْ صاعًا مِنْ زَبيبٍ (متفق عليه)
" Kami (ketika bersama Rasululloh saw.) mengeluarkan zakat fitrah dari setiap individu baik anak kecil, Besar, hamba sahaya, merdeka, mengeluarkan satu sho' dari makanan pokok atau satu sho' dari susu yang kering,atau satu sho' dari gandum, atau satu sho' dari kurma atau satu sho' dari zabib. 5
Ibnu Umar radhiyallah ‘anhu berkata, bahwa :
عن ابن عمر رضي الله عنه قال:فرض رسول الله صلّى الله عليه و سلّم زكاة الفطر صاعا من تمر أو صاعا من شعير على العبد و الحرّ و الذّكر و الأنثى و الصّغير و الكبير من المسلمين و أمر بها أن تؤدّى قبل خروج النّاس إلى الصّلاة )رواه البخارى و مسلم (
Dari Ibnu Umar berkata “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar ( zakat fithri tersebut ) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat ‘id ( hari Raya ).”
( Muttafaqun’alaih ).
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri di bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum, dan gandum dan itu semua disyaratkan dengan zakat berupa makanan pokok penduduk negeri, hal ini sebagaimana dikatakan Abu Sa’id Al Khudri radhiyallah ‘anhu : “Kami membayar zakat fithri saat hari raya pada masa Rasululah satu sha’ makanan, dan makanan pokok kami adalah gandum, kismis, keju kering dan kurma.”
( HR.Al-Bukhari ).
Ukuran Satu Sho'
Dari keterangan dalil-dalil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang wajib dizakati hanya 1 sha’ baik berupa gandum atau selainnya(dari makanan yang mengenyangkan), hal ini merupakan Madzhab Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan seluruh Jumhur Ulama’. Sedangkan pendapat Imam Abu Hanifah membolehkan dengan ½ sha’ gandum.
Satu sho sama dengan empat mud. Menurut hanafiyah, satu mud sama dengan 1,032 liter atau 815,39 gram. satu sho' sama dengan 4,128 liter atau 3261,5 gram. 2 Adapun menurut Imam syafi'i, Ahmad, Malik, satu mud sama dengan 0,687 liter atau 543 gram. satu sho' sama dengan 2,748 liter atau 2176 gram3
Kadar zakat fitrah itu 1 sha’ kurma kering, tepung gandum, kismis, keju dan makanan lainnya.
Diperbolehkan pula menunaikan zakat fitrah dengan sesuatu yang menjadi kemampuan suatu negeri, seperti:1 sha’ beras dan lain-lain. Adapun maksud sha’ di sini adalah sha’ menurut Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam yaitu 4 kali dua telapak tangan laki-laki dewasa yang betul-betul dianggap adil.
Hanyasanya yang paling utama untuk dizakati adalah makanan yang mengenyangkan, sebab makna yang dzahir(jelas) dari hadits Abu Sa’id al-Khudry Radliyallahuanhu adalah
عن أبى سعيد الخدريّ رضي الله عنه قال:كنّا نعطيها فى زمن النّبيّ صلّى الله عليه و سلّم صاعا من طعام أو صاعا من تمر أو صاعا من شعير أو صاعا من أفط أو صاعا من زبيب
فلمّا جآء معاوية و جآءت السمرآء قال:أرى مدّا من هذه يعدل مدّين
قال أبو سعيد:أمّا أنا فلا أزال أخرجه كما كنت أخرجه على عهد رسول الله صلّى الله عليه و سلّم (رواه البخارى(
Artinya,”Dari Abu Sa’id al-Khudry Radliyallahuanhu ia berkata:Kami menunaikan zakat fitrah pada zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dengan 1 sha’dari makanan, atau kurma kering, atau tepung gandum, atau susu kering(keju), atau anggur kering(kismis), maka ketika Mu’awiyah Radliyallahuanhu datang dengan membawa gandum(dari Syam). ia berkata,”saya berpendapat bahwa jika dengan ini(gandum dari Syam) sebanyak 1 sha’ maka alangkah adil jika untuk yang selainnya adalah 2 sha”, maka Abu Sa’id Radliyallahuanhu berkata:”saya tidak akan menghapus cara pengeluarannya sebagaimana kami mengeluarkan(menunaikan)nya di zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam”. (HR. al-Bukhary)
Karena itu tidak sah jika yang dibagikan adalah makanan hewan, karena Nabi mewajibkan zakat fithri itu sebagai pemberi makan untuk manusia bukan untuk hewan.
Membayar Zakat Fithri dengan uang
Yang wajib dikeluarkan adalah makanan pokok. Adapun selain makanan pokok seperti uang atau dikiaskan dengan yang lain ini tidak diperkenankan. kecuali kalau memang terpaksa sekali. Karena yang demikian tidak pernah ditetapkan oleh Rasululloh saw. bahkan tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. 6
Zakat fithri tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya. Karena hal itu menyalahi apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Padahal Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ( روه مسلم )
”Barangsiapa melakukan amalan yang tidak kami perintahkan maka amalan itu tidak diterima.” )HR. Muslim )
Disamping itu, membayar harga zakat fithri itu menyalahi praktek amalan para sahabat. Karena mereka membayar zakat fithri dengan satu sha’ makanan, tidak dengan yang lain. Di samping itu, pada zaman Nabi juga telah ada nilai tukar ( uang ). Seandainya membayar zakat fithri dengan uang diperbolehkan, tentu beliau telah memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut, tetapi hal itu tidak dilakukan oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam.
Adapun diperbolehkannya menunaikan zakat dengan uang ,pendapat yang membolehkan zakat fithri ini dibayarkan dengan nilai tukar ( uang ) hanyalah madzhab Hanafi, tetapi pendapat tersebut lemah karena dalil yang dipergunakan tidak kuat. Menurut pendapat Asy Syafi’I disebutkan, “Tidak sah membayar zakat fithri dengan nilai nominal ( uang ), dan para ulama tidak berbeda pendapat tentangnya.” Adapun ukuran zakat fithri itu adalah satu sha’ –nya Nabi shalallahu alaihi wasallam, atau beratnya kira-kira 2,4 kg.
Dan dibolehkan juga menunaikan zakat melebihi kadar yang telah ditentukan yaitu 1 sha’, tanpa memberitahukan dahulu kepada orang yang menerimanya (faqir dan miskin).
Menurut hanafiyah, boleh mengeluarkan zakat dalam bentuk uang, dirham, dinar. karena Kewajiban yang dibebankan pada hakekatnya adalah mengkayakan orang miskin dan fakir. Sebagaiman sabda Rasululloh saw.
قال رسول الله صلّىالله عليه وسلم :أغنوهُم عنِ السّوالِ في هذا اليومِ
"Kayakanlah mereka dari meminta-mita pada hari ini"
Sedangkan mengkayakan mereka dapat tercapai dengan uang, bahkan lebih sempurna, dan mudah digunakan.
ولا يُجْزئ عند الجمهور إِخراجُ القيمةِ عن هَذه الاصنافِ. فَمَن أَعطىَ القِيمَةَ لَمْ تُجزِئْهُ, لِقولِ ابن عمرَ: فَرضَ رسولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلّم صدقةَ الفطرِ صاعًا مِن تمرٍ وصاعًا مِن شعيٍر. فإِذَا عَدَلَ عَن ذَالكَ فَقد تَركَ المَفْرُوضِ
Sedangkan Jumhur berpendapat :"Tidak diperkenankan mengeluarkan uang sebagai ganti dari jenis-jenis makanan pokok. Barang siapa yang membayar zakat dengan uang maka tidak mendapatkan jaza'. Sebagaimana perkataan Ibnu Umar ra:" Jika menyelisihi dari jenis yang telah ditentukan (makanan pokok), maka ia telah meninggalkan kewajiban. 1
Dalam Al Majmu' fi Syarh al Muhadldlab Disebutkan :
قال المصنف رحمه الله : ولايجوزُ اَخذُ القيمةِ في شيئٍ مِنَ الزَّكاةِ لإِنَّ الحقَّ للهِ تعالَى وقَد علَّقَهُ على مَا نَصَّ عَليهِ فَلاَ يجوزُ نقلُ ذالكَ الى غيرِهِ كَالأُضْحِيَّةِ لما عَلَّقَهَا عَلَى الانْعَامِ لَمْ يَجُزْ نقلُهاَ اِلى غيِرهَا
Imam An Nawawi berkata:" Tidak diperbolehkan mengambil zakat dari bentuk nominal, Karena ini adalah haq Alloh swt yang telah ditentukan dalam nash. Maka tidak diperkenankan mengganti dengan yang lain, sebagaimana hewan sembelihan dalam Udh hiyyah yang telah ditetapkan harus dari binatang ternak, tidak boleh diganti dengan selain dari binatang tersebut.2
Waktu Membayar Zakat Fithri
Waktu membayar zakat fithri ialah ketika matahari terbenam di hari akhir pada bulan ramadhan atau malam hari Raya. Maka barangsiapa memiliki kewajiban untuk membayarnya pada waktu itu, ia wajib melaksanakannya.
Dengan demikian, bila seseorang meninggal sebelum tenggelamnya matahari sekalipun beberapa menit, maka tidak wajib baginya membayar zakat fithri. Tetapi jika meninggal setelah tenggelamnya matahari, maka wajiblah dikeluarkan zakat fithrinya. Dan jika seseorang lahir setelah tenggelam matahari, sekalipun beberapa menit, maka dia tidak wajib dibayarkan zakat fithrinya, dan jika sebelumnya maka wajib dibayarkan zakat fithrinya. Dan jika seseorang masuk Islam sebelum tenggelamnya matahari, maka ia wajib mengeluarkan zakat fithri, tetapi jika sesudahnya maka tidak wajib atasnya. Jadi pada waktu-waktu tersebut diperbolehkan untuk membayar zakat fithri yaitu sehari atau dua hari sebelum ‘id. Di dalam Kitab Shahih Al-Bukhari, dari Nafi’, ia berkata :
كَانَ اِبْنُ عُمَرَ يُعْطِي عَنِ الصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ حَتَّى إِنْ كَانَ يُعْطِى عَنْ بَنِيَّ وَكَانَ يُعْطِيْهَا الَّذِيْنَ يَقْبَلُوْنَهَا وَ كَانُوْا يُعْطُوْنَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ.
“Adalah Ibnu ‘Umar membayarkan zakat fithri untuk anak-anak dan orang dewasa, dan jika beliau membayarkan zakat fithri anakku, beliau berikan kepada yang berhak menerimanya. Dan mereka membayar zakat fithri itu sehari atau dua hari sebelum ‘id.”
Dari keterangan diatas menjelaskan diperbolehkannya menunaikan zakat fitroh 2 hari sebelum shalat ‘Iedul Fitri dan tidak diperbolehkan dari batasan yang telah ditentukan itu, hal ini sesuai dengan perkataan Ibnu Umar Radliyallahuanhuma.
Adapun waktu yang disunnahkan dan diutamakan untuk menunaikannya yaitu pada waktu shubuh sebelum dilaksanakannya shalat ‘Iedul Fitri Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallah ‘anhu :
عن ابن عمر رضي الله عنه قال: ......... و أمر بها أن تؤدى قبل خروج النّاس إلى الصّلاة )رواه البخارى و مسلم(
Artinya:”Dari Ibnu Umar Radliyallahuanhuma ia berkata: ……dan beliau juga memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang pergi mengerjakan shalat(‘Iedul Fitri)”.
Dalam lafadz lain disebutkan :
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْـلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَة ِ( روه مسلم وغيره )
Bahwasannya Nabi memerintahkan membayar zakat fithri sebelum orang-orang pergi untuk shalat ‘id.”
( HR. Muslim dan lainnya ).
Demikian yang ditetapkan para ulama khususnya madzhab Imam yang empat. Jika mengerjakannya setelah ditegakkannya shalat ‘Iedul Fitri maka hukumnya menurut Imam Ahmad dan seluruh Jumhur Fuqaha’ adalah haram.
Imam Hanafi berpendapat bahwa bolehnya mendahulukan pelaksanaan zakat fitrah 1 atau 2 hari sebelum shalat ‘Iedul Fitri.
Imam Syafi’i berpendapat bolehnya pelaksanaan zakat fitrah itu sejak di hari pertama bulam ramadhan.
Imam Maliki berpendapat bahwa secara mutlaq hukum mendahulukan pengeluarannya tidak boleh sama sekali sebagaimana shalat sebelum tiba waktunya.
Imam Hambali berpendapat sebagaimana pendapat Imam Hanafi, berdasarkan hadits
كانوا يعطون قبل الفطر بيوم أو بيومين (رواه البخارى)
Artinya:”bahwa (para Shahabat Radliyallahuanhum)menunaikannya(zakat fitrah) sehari atau dua hari sebelum dilaksanakannya shalat ‘Iedul Fitri”. (HR. al-Bukhary).
Untuk lebih rincinya serta untuk lebih mudahnya waktu pembayaran zakat fitri ini dapat dibagi dalam beberapa bagian, yaitu :
1. Waktu yang dibolehkan
Yaitu mengeluarkanya satu hari atau dua hari sebelum sholat 'ied (sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Ibnu Umar ra. Menurut Imam As Syafi'i, Boleh mengeluarkan zakat fitrah diawal bulan romadlon. Sedangkan Hanabilah berpendapat: Boleh mengeluarkan zakat fitrah dua hari sebelum hari raya. Seperti yang diriwayatkan oleh imam Bukhori:
وكان ابن عمر رضي الله عنهما يُعطِيهَا الّذين يَقبَلونهَا. وكَانُوا يُعطون قَبلَ الفطرِ بِيومٍ أو يَومَينِ (البخاري)
Bahwasanya Ibnu Umar ra. mengasihkanya kepada orang yang menerimanya. Dan mereka mendapatkannya sehari atau dua hari sebelum hari raya fitri. 1
2. Waktu yang afdol dan utama
Waktu yang afdol dan utama yaitu mengeluarkanzakat fitri dimulai dari terbitnya fajar hari 'ied sampai dengan sebelum dimulainya sholat 'ied. Sebagaiman perintah dari Rasululloh saw :
عن ابن عمر قال أَمرَ رسولُ اللهِ صلى اللهُ عليهِ وسلم بِزكاةِ الفطرِ أنْ تُؤدَّى قَبلَ خُروجِ النَّاسِ الى الصَّلاةِ (زاد المعاد لابن القيم ص2 \ 20)
" Dari Ibnu Umar ra. berkata:" Rasulullah saw. memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum keluarnya manusia untuk sholat ied ." 2 Begitu juga sebagaimana perrkataan Ibnu Abbas yang termaktub diatas.
3. Waktu mengqodlo'
Yaitu mengeluarkan zakat setelah sholat 'ied, Hukum zakat syah dan mendapat pahala tetapi makruh.
Kalau seseorang mengakhirkan waktu pelaksanaan zakat fitrah sedangkan ia sadar atas perbuatannya itu maka ia berdosa dan harus bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala serta mengqadha’(tetap mengganti/menunaikan)nya, karena ia merupakan amalan yang tidak bisa bebas(kewajibannya) walaupun waktu untuk melaksanakannya telah habis, namun jika perbuatannya itu dikarenakan lupa maka ia tidak berdosa dan tetap harus mengqadha’nya.
Sabda Rasulullah saw: "
...فمن ادَّاها قَبلَ الصَّلاةِ فهي زكاةٌ مقبولةٌ ومَن أدَّاها بَعدالصلاةِ فهي صدقةٌ من الصّدقاتِ (ابن ماجه وابو داود)
Secara dlohir hadits ini menyatakan bahwa orang yang mengeluarklan zakatnya setelah hari raya maka ia sama dengan tidak mengeluarkan zakat. Jumhur berpendapat:" mengeluarkan zakat sebelum sholat 'ied adalah perbuatan mustahab. Mereka juga menyatakan bahwa zakat yang dikeluarkan setelah sholat 'ied itu syah dan berpahala sampai akhir hari raya karena tujuan yang dicapai dari dikeluarkannya zakat adalah mengkayakan orang fakir dan miskin dari berkeliling dan meminta-minta pada hari itu. sebagaiman Sabda Rasululloh saw yang termaktub diatas.
Adapun mengakhirkan-akhirkan sampai akhirnya hari raya, Ibnu Ruslan berkata:"haram hukumnya menurut kesepakatan para ulama mengakhirkan waktu pembayaran zakat fitri" Dikarenakan kewajiban zakat sama dengan kewajiban sholat. Barang siapa yang mengakhirkan dari waktu yang ditentukan maka berdosalah ia. Al mansur billah menerangkan bahwa waktu mengeluarkan zakat fitrah adalah sampai hari ketiga dari bulan Syawal 3
Sedangkan Hanabilah berpendapat akhir dari pembayaran zakat fitrah adalah terbenamnya matahari di hari 'ied itu 4
Dan yang perlu dititiktekankan lagi adalah bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang muslim mengakhirkan pembayaran zakat fithri itu setelah shalat ‘id. Jika diakhirkan setelah shalat ‘id dengan tanpa udzur syar’i, maka ia tidak terhitung sebagai zakat fithri, akan tetapi dinilai sebagi sedekah biasa. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas Radliyallahuanhuma :
من أداها قبل الصّلاة فهي زكاة مقبولة و من أداها بعد الصّلاة فهي صدقة من الصّدقات
Artinya:”(Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda):barangsiapa yang menunaikannya sebelum dilaksanakannya shalat(‘Ied Fitri) maka itu merupakan zakat yang diterima(Allah Subhanahu wa Ta'ala) dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka ia seperti shadaqah dari shadaqah yang biasa”.
Jika Ada Udzur Syar’i Untuk Membayar Pada Waktunya
Orang yang mengakhirkan pembayaran zakat fithrinya disebabkan adanya udzur syar’i adalah tidak mengapa. Seperti seseorang yang baru mendengar kabar tentang hari Raya secara tiba-tiba, sehingga dia tidak sempat membayar zakat fithri itu sebelum shalat ‘id, atau seseorang yang berharap kepada orang lain yang membayarkannya, kemudian orang tersebut lupa, maka tidak apa-apa kalau dia membayarnya setelah ‘id. Karena hal itu termasuk udzur syar’i.
Inti Dari Kewajiban Zakat Fithri
Yang wajib adalah, zakat fithri itu harus sampai ke tangan orang-orang yang berhak menerimanya pada waktunya sebelum shalat ‘id. Bila seseorang berniat membayar zakat untuk seseorang, tetapi dia tidak bertemu orang yang dimaksud atau wakilnya maka ia harus menyerahkannya kepada orang lain yang berhak menerimanya, dan tidak boleh mengakhirkannya dari waktu yang semestinya.
Tempat Membayar Zakat Fithri
Hendaknya zakat fithri itu diserahkan kepada fakir miskin di sekitar tempat ia berada pada waktu dia mendapati hari raya itu, baik itu tempat tinggalnya atau tempat lain di wilayah kaum muslimin.
Jika seseorang tinggal di suatu wilayah yang tidak ada orang yang berhak menerimanya, maka dia boleh mewakilkan pembayaran zakat fithri tersebut kepada orang lain untuk ia laksanakan di tempat yang terdapat orang-orang yang berhak menerimanya.
Yang Berhak Menerima Zakat Fithri
Orang-orang yang berhak menerima zakat fithri ialah delapan golongan sebagaimana yang berhak menerima zakat mal ( harta benda ), karena zakat ini masuk dalam keumuman ayat yang disebutkan dalam dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 sebagai Mustahiq Zakat (penerima zakat) yaitu :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْن والعَامِلِيَن عَلَيْهَا وَالمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُم وَفي الرِّقَابِ وَالغَارِمِيَن وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابنِ السَّبِيلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ (التوبة :)
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana.
Hanyasanya yang lebih berhak menerimanya adalah orang fakir dan miskin demikian yang telah dilakukan oleh Rasululloh Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya. Rasululloh saw bersabda:
قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم :أغنُوهُم عن السؤالِ فى هذَا اليومِ فَلاَ تُدفَع لِغيرِ الفُقَرَاءِ إِلاَّ عِندَ انعدَامِهِم أوْ خِفَّةِ فَقرِهِم أوْ اشْتِدَادِ حَاجَةِ غيِرهم مِن ذَوِي السِّهَامِ
" Kayakanlah mereka dari meminta-minta pada hari ini. jangan dikeluarkan kepada selain mereka kecuali kalau tidak ada sama sekali, atau ringannya kefakiran mereka atau beratnya kebutuhan selain fakir miskin itu dari golongan yang mendapatkan bagian zakat.2
Dan hendaknya tidak ada basa-basi dalam masalah zakat fithri. Yakni yang semestinya didahulukan untuk menerimanya haruslah orang yang diketahui paling membutuhkan, sehingga tidak mendahulukan ta’mir masjid, ustadz/guru ngaji, sesepuh/pengurus kampung, apalagi dimasukkan ke dalam kas masjid atau sejenisnya.
Zakat fithri itu dibayarkan kepada beberapa orang fakir atau kepada satu orang miskin saja, karena Nabi shalallahu alaihi wasallam hanya menentukan jumlah yang dibayarkan saja dan tidak menentukan jumlah yang boleh diterima seseorang.
Diperbolehkan bagi orang fakir, jika mendapat zakat fithri dari seseorang untuk membayarkannya sebagai zakat bagi dirinya atau untuk salah satu anggota keluarganya apabila ia sendiri telah menakarnya kembali atau diberitahu oleh orang yang membayar zakat fithri itu bahwa takarannya sudah sempurna dan dia yakin dengan pemberitahuan itu.
Adapun pendapat Jumhur ulama mensyaratkan atas wajibnya mengeluarkan zakat atas orang fakir Jika ia memiliki makanan yang lebih untuk digunakan olehnya dan orang-orang yang menjadi tanggunganya selama hari raya. Punya kelebihan dalam tempat tinggal, harta, dan keperluan sehari-harinya. Jika ada orang memiliki sebuah rumah yang hanya digunakan untuk bertempat tinggal, atau untuk disewakan dalam rangka mencari nafkah, atau memiliki hewan tunggangan yang digunakan untuk mengangkut atau dimanfaatkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pokoknya, atau memiliki barang dagangan tetapi jika dikeluarkan hartanya untuk membayar zakat tidak memenuhi kebutuhanya sehari-hari atau akan habis untungnya, maka ia tidak ada kewajiban untuk membayar zakat. Atau jika ia memiliki beberapa kitab untuk dibaca, maka ia tidak usah menjualnya kemudian digunakan untuk membayar zakat fitrah. Orang perempuan yang memiliki perhiasan untuk dipakai, ia tidak usah menjualnya dalam rangka untuk membayar zakat. Tetapi jika ia ada kelebihan dari kebutuhan pokok, boleh menjualnya untuk menbayar zakat fitrah, dan kalau ini dilakukan pada hakikatnya tidak ada kerugian yang mendasar terhadap kehidupanya.3
Zakat ini juga diberikan oleh orang yang faqir dari kaum muslimin di negeri yang mengeluarkan zakat tersebut, dan juga diperbolehkan dipindahkan ke negeri yang lain yang lebih membutuhkan namun tidak boleh digunakan untuk membangun masjid atau jalan umum.
Hikmah Zakat Fithri
Diantara hikmah zakat fithri ialah :
a. Bagi pribadi dan individu muslim
1. Menyucikan jiwa orang yang shoim dari perbuatan laghwun dan kotor. Bagi orang yang melaksanakan shiyam, zakat berfungsi sebagai pembersih dari laghwun dan rofats .Hal ini disebabkan karena as sho’im (orang yang puasa ) tidak terlepas dari melakukan kedua hal tersebut. Padahal shoum yang sempurna adalah bukan hanya syahwat perut dan kemaluan yang puasa namun lisan, pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya juga ikut melakukan puasa yaitu dengan menjauhi apa yang dilarang Allah dan RosulNya baik itu berupa perkatan atau perbuatan. Dengan demikian sangat sedikit yang selamat dari hal tersebut sehingga datanglah syari’at zakat di akhir ramadlan sebagai pembersih dari kotoran yang menempel ketika melaksanakan shiyam atau sebagai penutup dari kekurangan sebagaimana mandi yang dapat membersihkan badan dari kotoran yang melekat padanya. sesunggunya kebaikan itu menghapuskan kejelekan.
2. Menanam sikap rela berkorban dan suka membantu orang lain.
3. Menghilangkan sifat bakhil dan loba pemilik kekayaan
4. Menghindarkan pemupukan harta perorangan yang dikumpulkan atas penderitaan orang lain.
5. Sebagai penyempurna pelaksanaan ibadah shaum, karena terkadang ada saja kekurangan dalam pelaksanaan ibadah shaum itu, atau melakukan perbuatan yang sia-sia dan dosa.
6. Sebagai ungkapan rasa syukur terhadap nikmat Allah berupa kemampuan melaksanakan ibadah shaum secara sempurna, shalat tarawih, juga amal-amal shalih lain di bulan Ramadhan.
Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma berkata:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ فَمَنْ أدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
( أخرجه أَبوداود وابن ماجه وصحّحه الحاكم)
"Bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithrah sebagai penyucian jiwa orang yang shaum dari penyakit laghwun, rofats, dan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang fakir serta miskin."
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah serta dishohihkan oleh al Hakim. Adapun lengkapnya adalah: Barang siapa yang mengeluarkan sebelum sholat ied maka itu diterima dan barang siapa yang mengeluarkan setelah sholat ied maka itu adalah sedekah.1
Dalam lafadz lain Yang hampir sama juga dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْـوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ, فَمَنْ أَدَاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أَدَاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. ( رواه أبـو داود وابن ماجه و المارقطني و الحاكم وصححه )
"Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri itu sebagai penyuci bagi orang yang shaum dari perbuatan sia-sia dan ucapan yang kotor dan sebagai pemberi makan untuk orang yang miskin, barangsiapa mengeluarkannya setelah shalat ( ‘id ) maka ia adalah shadaqah biasa.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ad Daruquthni, Al Hakim, dan dishahihkannya ).
b. Bagi mujtama’ muslim
1. Zakat fithrah bagi mujtama’muslim berfungsi sebagai penebar rasa kasih sayang dan rasa gembira disetiap pejuru masyarakat terkhusus bagi fuqoro’ wal masaakin. Hal ini disebabkan hari raya ‘ied adalah hari yang penuh dengan kegembiran, maka luapan perasaan ini sudah seyogyanya bisa dirasakan juga oleh kaum muslimin seluruhnya. Namun fuqoro’ wal masaakin tidak dapat merasakan perasaan ini ketika melihat orang kaya menikmati hidangan yang lezat lagi nikmat sedang dia tidak mendapatinya pada hari itu. Di sinilah Islam dengan syari’at yang sangat concern terhadap mashlahah kehidupan mensyari’akan adanya zakat guna memenuhi hajah dan mengingatkan atas pahitnya dan betapa sulitnya kehidupan mereka. Sehingga akan muncul perasaan mahabbah waa rahmah dan juga imeg bahwa masyarakat tidaklah menterlantarkan ataupun melupakan mereka pada hari dimana kaum muslimin sedang merayakan hari yang penuh kesenangan.
2. Membina dan mempererat tali persudaraan sesama umat islam
3. Berbuat baik terhadap orang-orang fakir serta mencegah mereka agar jangan sampai meminta-minta pada hari Raya, sehingga mereka bisa ikut merasakan kegembiraan sebagaimana orang-orang kaya. Dengan demikian maka hari Raya itu betul-betul menjadi milik semua orang.
4. Memenuhi kebutuhan fakir miskin agar tidak meminta-minta pada hari raya, sebagaimana sabda Rasululloh saw bersabda:
5. قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم :أغنوهُمْ عنِ السؤالِ فِى هذ اليَومِ (البيهقي)
6. Artinya, " Kayakanlah mereka (fakir miskin) dari meminta-minta pada hari ini2
7. Mencegah jurang pemisah antara si miskin dan si kaya yang dapat menimbulkan masalah dan kejahatan sosial 3
Zakat Maal
Harta dalam Islam dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Yang dihitung dengan menghitung nisob dan haul. Harta dalam kategori ini dibagi 4, diantaranya adalah :
● Emas
● Perak
● Barang Dagangan
● Binatang Ternak
2. Yang dihitung dengan Nisob tanpa menunggu haul, Harta dalam kategori ini dibagi 4, diantaranya adalah :
● Hasil Tanaman
● Hasil Buah-buahan
● Hasil Tambang
● Hasil Temuan dan harta yang terpendam atau harta karun
Syarat-Syarat perzakatan dalam Zakat Maal
Termasuk kemudahan dalam Islam adalah adanya persyaratan dalam hal harta perzakatan diantaranya :
1. Harta dimiliki secara sempurna. Terkecuali dalam golongan ini adalah pemilik harta mu’ayyan yaitu harta milik khilafah yang dijaga.
2. Sifat harta berkembang semisal diperdagangkan atau yang lainnya.
3. Mencapai nisob.
4. Harta telah melebihi kebutuhan pokok.
5. Bebas dari hutang.
6. Mencapai haul yaitu waktu zakat dalam kurun satu tahun.
Yang disyreatkan dengan haul disebut dengan Ro’sul Maal diantaranya adalah An’am atau binatang ternak Nuqud atau uang dan barang dagangan.Sedangkan yang tidak disyaratkan dengan haul disebut dengan Zakat Liddakhl diantaranya adalah Tanaman, Buah-buahan, madu dan barang tambang.
Syarat Zakat Tijaroh
1. Pemilik barang Aada niatan untuk berdagang.
2. Diakhir harta dagangan tahun telah mencapai
3. Nisob yaitu akhir diperdagangkan
4. Diukur dengan nisob emas dan perak
Beberapa masalah
1. Boleh seorang istri memberikan zakatnya kepada suaminya yang fakir dan tidak boleh seorang suami memberikan zakatnya kepada istrinya. Karena seorang suami sudah wajib hukumnya memberikan nafkah kepada istrinya.
2. Kewajiban zakat fitrah ini gugur dari orang yang tidak memiliki kebutuhan makanan pokok
3. Boleh membagikan zakat orang satu kepada beberapa mustahiq, begitu juga boleh membagikan zakat beberapa orang kepada satu mustahiq.
4. Tidak boleh memindah zakat ini dari suatu negri kenegri yang lain.3
5. Wajib bagi seorang Imam mengutus beberapa utusan (Sebagai 'amil) untuk mengambil zakat sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi saw dan para sahabat. Karena diantara orang yang memiliki harta tersebut ada yang tidak mengetahui kewajiban yang ada padanya, bakhil terhadap hartanya. Maka wajib untuk diutus sebuah utusan dalam rangka mengambil harta tersebut.4
Seorang Imam tidak boleh mengutus seorang kecuali mereka yang merdeka, adil, dan tsiqoh(dapat dipecaya). Hamba sahaya dan orang fasiq tidak berhak untuk diserahi tugas dan amanah ini. Begitu juga tidak diutus kecuali orang yang faqih. Karena ini membutuhkan mana yang perlu diambil zakatnya dan mana yang tidak wajib diambil, serta membutuhkan sebuah ijtihad terhadap masalah-masalah yang muncul tentang zakat beserta hukum-hukumnya.1
Zakat lewat Amil atau panitia
Kata ‘amil jamanya adalah Amilun yaitu orang yang menerima, mengumpulkan zakat juga orang yang mengurusi zakat yang telah ditunjuk oleh Imam atau wakilnya atau yang ditunjuk oleh lembaga yang menangani urusan zakat.
Pekerjaan pokok ‘amil adalah : mengurus, menjaga, mengatur, menyalurkan, administrasi dan segala urusan yang berhubungan denganzakat dari seorang Muzakki sampai ke tangan Mustahiq yang berhak menerima zakat.
Seseorang yang kaya lalu ia memberikan harta pada seseorang dan kemudian ia berkata : Bagilah zakat ini sesuai kemauanmu, maka orang tersebut bukanlah disebut sebagai amil zakat. Adapun maksud ‘Amil zakat yang dimaksud dalam ayat Alloh Subhanahu Wa Ta'ala والعاملون عليها ( yaitu orang yang bekerja mengurusi zakat ). Adapun kata على bermakna suatu bentuk dari suatu wilayah yang artinya satu golongan tertentu yang mengurusi zakat, seolah kata tersebut mengandung makna Al Qoimiin ( pelaksana tugas ) oleh karena itu orang yang mengurusi zakat sebagai ganti dari orang tertentu bukanlah disebut sebagai ‘amil.
Seorang miskin yang mangambil zakat dari temannya yang kaya denagn alasan ia akan membagi-bagikannya lalu ia mengambil dari zakat tersebut bagian untuk dirinya maka hal tersebut adalah haram. Diantara manusia ada yang mengambil harta zakat lalu memberikannya pada orang lain tanpa akad perwakilan dari seorang yang berzakat maka perbuatan ini adalah diharamkan. Dia haus menanggung zakat temannya jika temannya tadi tidak memberikan izinnya dan tidak memperkenankan perbelanjaan itu.
Dalam pembahasan pembayaran zakat tidak menjadi masalah mengeluarkan zakat secara langsung untuk kategori zakat fitrah adapun untuk zakat maal maka dikembalikan ke Negara yaitu Baitul Maal.
Untuk zakat fitrah dibolehkan memberikannya langsung dari Muzakki kepada Mustahiq, bahkan boleh memberikan zakat kepada kerabatnya yang miskin walau dalam satu rumah. Akan tetapi boleh juga membayarkannya lewat lembaga atau amil yang mengurusi hal ini. Karena untuk kehati-hatian kita, terlebih dizaman fitnah semacam ini dimana banyak orang enggan untuk membayar zakatnya walau swkwdar zakat jiwa atau zakat fitroh, maka apabila dibayar serentak dan lewat seorang amil atau lembaga maka akan menjadi lebih bersih dan teratur bagi setiap jiwa yang berzakat, karena termasuk hal yang sunnah dalam memberikan zakat dengan cara terang-terangan. Jadi sunnah untuk membayarkan dengan jahr dan dengan melalui amil sehingga ada akad dan kesemangatan dalam membayar zakat secara bersama-sama.
3. Pajak bukan Zakat.
Tidak sah pajak itu menggantikan kewajiban zakat, karena zakat adalah ibadah murni kepada Allah Ta’ala atas rasa syukur kepada-Nya.
Zakat Rumah, Mobil dan kendaraan
Syaikh Muhammad bin Solih Al Utsaimin berkata :Tiada kewajiban berzakat padda mobil pribadi dan segala sesuatu yang digunakan manusia untuk kepentingan dirinya sendiri selain emas dan perak. Beliau menambahkan : Mobilyang isewakan dan mobil pribadi keduanya tidak diambil zakatnya yang dibauyarkan adalah hasil persewaannyademikian juga denagn rumah.
Adapun untuk gaji untuk kehati-hatiannya dihitung dan dibayarkan di awal tahun. Adapun orang yang mengambil uang setiap bulan untuk biaya rumah atau toko yang disimpan di suatu kotak maka bila sampai pada masa haulnya sedang barang tersebut tidak berkurang nisobnya maka harus dikeluarkan zakatnya.dihitung sejak mencapai nisobnya karena menyegerakan membayar zakat tidaklah dilarang dan untuk kehati-hatian.
Adapun rumah dan tanah yang kosong atu rumah tempat tingggal sementara tidak wajib dizakati termasukrumah untuk kebutuhan sendiri selain dari perhiasan. Perhiasan wajib dizakati yang telah disepakati terutama Abu Hanifah. Adapun Imam Ahmad mewajibkan zakat untuk perhiasan yang dipersiapkan untuk dagangan, nafkah dan yang tidak dipakai.akan tetapi madhab Abu Hanifahlah yang lebih rojih yang mewajibkan zakat perhiasan dalam setiap kondisi dan situasi apapun.
Zakat Profesi
Muncul istilah zakat profesi, ia tidaklah wajib dizakati karena ia merupakan suatu pekerjaan dan menjadi kepentingan serta kebutuhan ribadi yang wajib zakat adalah harta yang dihasilkan. Jadi hasil dari profesi seperti dagangan yang dibayarkan zakatnay tanpa harus menunggu masa haul. Ataupun tanaman dan buah-buahan yang wajib zakatynya tanpa menunggu masa haul. Dan profesi inipun yang berkenaan dengan perdagangan, buah dan tanaman.maka para ulama sepakat atas wajib membayarkannya. Abu Hanifah mewajibkan adanya haul sampai batas 1 tahun penuh, Imam Malik mensyaratklan tanpa haul sedangkan Imam Asy Syafi’I dan Ahmad mensyaratkan haul juga. Adapun nisobnya adalah disesuaikan dan dikadarkan denagn emas yaitu 2,5 %.
Zakat Terpadu
Adapun yang dimaksud dengan zakat terpadu adalah mengumpulkan, mendata dan membayarkan zakat atas setiap barang yang dimiliki dengan niatan sebagai suatu kehati-hatian. Zakat model ini adalah batil dan merupakan suatu kesalahan. Seeorang yang menginginkan kehati-hatian dalama masalah zakat ini lalu ia bersikap ghulluw didalamnya. Zakat semaca ini dicetuskan tentang wajib zakatnya dalam Sidang Tarjih Muhammadiyyah ke –1 di Weleri tanggal 29 Oktober 1994 dengan makalah setebal 48 halaman yang mewajibkan berzakat dari penggabungan semua harta lalu dikeluarkan 2,5 % dengan qias pada emas. Hal ini merupakan kesalahan diantara bantahannya disebutkan diantaranya adalah :
Bahwa ayat Al An’am ayat yang ke 141 menyebutkan tidak adanya haul.
Mewajibkan 2,5 % padahal dalam ziro’ah atau hasil pertanian tidaklah demikian.
Zakat untuk hewan ternak telah jelas tanpa harus menggabung dengan harta lainnya.
Putusan ini bertentangan dengan hadits Rasululloh Salallohu 'alaihi Wa Sallam :
ليس على المسلم فى عبده ولا فرسه صدقة
Artinya : Tidaklah atas seorang muslim berzakat atas budak dan kudanya ( Muttafaq ‘Alaih )
Hukum Memindahkan Zakat ke negeri lainnya
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah berkata ; Al Hamdulillah , boleh memberikan zakat pada keluarga yang membutuhkan, walau negerinya jauh yaitu negeri yang dibolehkan mengqosor sholat.
Syaikh Utsaimin berkata : Seseorang boleh membayarkan zakatnya dari daerah tempat tingggalnya jika terdapat kebaikan dan maslahat dalam hal itu.Termasuk memberikan zakat pada sanak saudara di daerah yang bukan daerahnya Hal tersebut tidaklah mengapa Juga bagi penduduk yang pada daerahnya bertaraf tinggi sedang daerah lainnya bertaraf rendah.Akan tetapi apabila tidak ada kebaikan didalamnya maka janganlah dipindahkan . Beliau menambahkan : Boleh seseorang mengeluarkan zakat fitroh dari keluarganya apabila mereka tidak tinggal bersamanya di satu daerah dan zakat fitroh dibayarkan pada waktu badan manusia itu berada.
Adapun zakat fitrohyang masyhur dalam madzhab Hanabillah adalh tidak bole mengangkat seorang wakil agar membeli gandum lalu dibagikan sebagai zakat fitroh di Afganistan misalnya, selama penduduk negeri tersebut membutuhkan. Bila dalam tempat tersebut tidak ada yang membutuhkan maka dipindah kenegeri yang lebih dekat terus yang lebih jauh dan yang lebih jauh dari itu. Menyerahkan zakat kenegeri lain tergantung pada maslahat yang ada.akan tetapi berbeda dengan zakat fitrah. Karena berbeda dalam hal waktu.yatu hanya berkisar satu atau dua hari menjelang sholat ied.
Istilah-Istilah dalam Zakat
• Nisob adalah : Batas minimal dari harta yang wajib dizakati.
• Haul adalah ; Batasan waktu bagi harta yang wajib dizakati.yaitu satu tahun atau hari panen.
• Nisob zakat Perak adalah 200 dirham dikeluarkan 2,5 % atau 1/40 yaitu 5 dirham.
• Nisob emas adalah 20 Dinar dikeluarkan 2,5 % atau 1/40 yaitu 0,5 dinar.
• 1 Dinar = 1 Mitsqol = 4,8 gram. Dan 20 mitsqol = 96 gram
• 1 Mitsqol Irak = 5 gram dan 20 Mitsqol = 100 gram
• 1 Dinar emas = 2,25 gram dan 20 dinar atau mitsqol = 85 gram.
• 1 Dirham perak = 2,975 gram dan 200 dirham = 595 gram
• demikian hitungan Mesir adapun di Kuwait 20 Mitsqol adalah 96 gr emas sedangkan perak 200 dirham = 672 gr. Sedangkan di Irak 129 dirham = 1600 kati dan kati baghdad sekarang adalah 1429 kati.
• Jadi untuk emas dikeluarkan 2,5 % dari emas sebanyak 85 gr atau 96 gr atau 100 gr akan tetapi untuk lebih ikhtiyat kita byarkan ketika mencapai nisob 85 gr.
• Untuk pertanian apabila diairi sendiri maka dikeluarkan 5 %
• Sedang apabila tadah hujan dikeluarkan 10 %.
• 1 Wasq = 60 Sha’ = 5 Mud = 150 kg ( 2,5 x 60 )
• 1 Mud = ½ kg dan 1 sha’ = 2,5 kg untuk zakat fitrah
• 5 wasq = 5 wasq x 60 Sha’ = 300 sha’ ataupun 750 kg beras
• 5 wasq = 4 idrob 2 sukat, 1 idrob = 12 sukat = 653 kg
Reference :
1. Majmu’ Fatawa 25, Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah
2. Kitabuz Zakat I, Syaikh Yusuf Al Qordowi
3. M. Fatawa fii Arkanil Islam, Syaikh Muhammad bin Solih Al Utsaimin
4. Fatawa Al Utsaimin fil Ibdah
5. As’ilah Wal Ajwibah Al Fiqhiyyah
6. Zakat menurut As Sunnah, Edisi Indonesia, Ahmad Husnan
7. Ensiklopedi Islam 5 , Jakarta
8. Kamus kontemporer, Atabik Aliy Ahmad Zuhdi Muhdlor
9. Al Mughny, Ibnu Qudamah, Maktabah Riyadl Al haditsah th. 1981/1401 H.
10. Minhajul Muslim, Abu bakar al Jazairi Darul fikr Beirut
11. Fiqh Ibadah, Hasan Ayyub th. 1986/1406 H.
12. Al Fiqh Al Islamy, DR. Wahbah Zuhaily, Darul fikr, Beirut
13. Fiqh zakat, Yusuf qordlowi, Muassasatur risalah, Beirut, th. 1985/1405 H.
14. Zadul ma'ad, Ibnu Qoyyim, Muassasatur risalah, Beirut, Th. 1987/1407 H.
15. Taisir 'alam Syarh Umdatul Ahkam, Abdulloh bin Abdir Rohman bin Sholih 'Aly Bassam, Jamiyyah Ihya At Turots Al Islamy, Kuwait, th. 1994/1404 H.
16. Fathul bary, Ibnu Hajar Al Atsqolany Darul kutub al Ilmiyah, Beirut, th. 1989/1410 H.
17. Lu'lu' wal marjan, Muhammad Abdul Baqy, Jamiyyah Ihya At Turats Al Islamy, Kuwait,Th. 1994/1414 H.
18. Sunan Abi Dawud, Pustaka Dahlan Indonesia
19. Sunan Ibnu Majah, Pustaka Dahlan Indonesia
20. Nailul autar, Asy Syaukany, Darul fikr, Beirut, th. 1983/1403 H.
21. 'Aunul ma'bud, Syamsul Haq Abady, Darul fikr, Beirut, th. 1979/1399 H.
22. Al Majmu' Syarh Muhadldlab, Imam Nawawi, Darul fikr, Beirut, th. 1996/1417 H.
23. Kitab Fiqh 'Ala Madlahib Al Arba'ah, Abdur Rohman al Jazairi, Darul kutub Al Islamiyah
24. Al As'ilah Wal Ajwibah Al Fiqhiyyah, Abdul Aziz Muhammad As Salman, th. 1412 H
25. Tamamul Minnah, Muhammad Nasiruddin Al Bany, Daru Royah, cet: 3 th. 1409 H
•
DAFTAR PUSTAKA
1. Fathul Baary bisyarh Shahiihil Bukhaary, Imam Ibnu Hajar al-Asqalany, Daarul Fikry-Beirut, cet. I thn.1420 H/2000 M.
2. Shahiih Muslim bisyarhin Nawawy, Imam an-Nawawy, Daarul Kutubil Ilmiyyah-Beirut, cet. I thn. 1421 H/2000 M.
3. al-Mughny, Imam Ibnu Qudamah, Maktabah ar-Riyaadh al-Hadiitsah-Riyadh, cet. I thn.1416 H/1981 M.
4. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Imam al-Qurthuby, Daarul kutubil Ilmiyyah-Beirut, cet.I thn.1416 H/1996 M.
5. Taisiirul ‘Alaam syarh ‘Umdatul Ahkaam, Imam Ali Bassaam, Daarul Fikry-Beirut, cet. VII thn. 1417 H/1987 M.
6. Majmu’ Fataawaa, Imam Ibnu Taimiyah, Muasasah ar-Risaalah-Beirut, cet.I thn. 1418 H/1997 M.
7. Fataawaa al-Lajnaah ad-Daaimah lil Buhuutsil Ilmiyyah wal Iftaa’, Syaikh Ahmad bin Abdur Razaaq, Daarul ‘Aashimah-Riyadh, cet. I thn. 1416 H/1996 M.
8. Fiqhuz Zakaat, Dr. Yusuf Qurdhawy, Muasasah ar-Risaalah-Beirut, cet. VIII thn. 1405 H/1985 M.
Zakat adalah salah satu rukun dari rukun-rukun Islam yang wajib bagi setiap orang muslim untuk menunaikannya. Ada kurang lebih 32 ayat dalam Al Qur'an yang selalu menyebutkan sholat dan diikuti dengan perintah menunaikan zakat. Zakat telah disyare’atkan semenjak tahun kedua hijriyyah dan sebelumnya telah diwajibkan secara mutlak di Mekkah. Zakat merupakan aset ummat yang memberikan pelayanan pada para mustahiqnya terlebih pada kaum fakir dan miskin sehinga mereka merasa ada dalam lindungan dan pemeliharaan Khilafah Islam. Bagi siapa saja yang membangkang untuk membayarkan zakatnya denagn i’tiqod maka ia telah kafir dengan apa yang telah diwajibkan oleh Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dan rosul-NYa, oleh karena itu golongan orang-orang tersebut harus diperangi hingga mau membayarkannya kembali.
Pengertian dan pembagian zakat
Zakat berarti pensucian, yaitu pembersihan jiwa atau harta yang dimiliki dengan akad tertentu pada waktu dan kadar tertentu.
Zakat secara global dibagi menjadi 2 bagian besar :
1. Zakat jiwa, yang dikenal dengan zakat fitroh berfungsi untuk membersihkan jiwa dari pengakit-penyakit pada diri manusia. Ia wajib dibayar setiap muslim laki-laki, wanita, besar, kecil, tua, muda tidak memandang ukuran umur atau yang lainnya. Karena untuk membersihkan setiap diri dan dibayarkan satu tahun sekali di akhir bulan Ramadhan sebelum pelaksanaan sholat ‘iedul Fitri.
2. Zakat harta yaitu zakat yang dibayarkan atas dasar kepemilikan harta yang telah mencapai batasan tertentu dan waktu yang tertentu yang lazim disebut dengan Zakat Maal.
Perbedaan antara keduanya adalah bahwa zakat jiwa dibayar sendiri dan orang yang ditanggungnya serta menjadi pembersih diri dan jiwa setelah melakukan ibadah soum sedangkan zakat maal untuk membersihkan harta kekayaan yang dimiliki dalam batas dan ukuran yang telah ditentukan.
Secara global hak Alloh Subhanahu Wa Ta'ala yang diwajibkan haratanya adalah :
1. Emas dan perak, sebagaimana firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala : (QS At Taubah ayat 34 )
2. Tanaman dan Buah-buahan, sebagaimana firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala : (QS Al An’am ayat 141 )
3. Harta dagangan dan selainnya yang diusahakan, sebagaimana firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala : (QS Al Baqoroh ayat 276 )
4. Sesuatu yang keluar dari bumi.
Syarat-Syarat Wajibnya Zakat
Adapun syarat wajib membayar zakat fitroh ada tiga macam yaitu Islam, merdeka, dan memiliki bahan makanan pokok dengan ukuran lebih dari yang dibutuhkan.
1. Islam bukan kafir secara zhahir, tidak pula murtad. Menurut Jumhur Ulama’, murtad itu mauquf (tergantung di akhir hidupnya), kalau kembali ke Islam, maka wajib baginya membayar zakatbila tidak maka tidak wajib menunaikannya.
2. Budak bukan merdeka.
Hadits yang menjadi dalil zakat menunjukkan bahwa budak dan anak kecil terkena kewajiban membayar zakat fithrah termasuk laki-laki dan perempuan. Ini merupakan musykil, padahal para imam madzhab hanya mensyaratkan merdeka dan pemilik nishab.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalany berkata : “Yang wajib adalah atas tuannyayang mampu mencarikannya atau memberi kesempatan baginya untuk mencari, seperti shalatnya pun tergantung pada tuannya. Ini adalah perkataan Daud Azh-Zhahiry. Tapi perkataannya ini diselisihi oleh pengikutnya dan Jumhur. Adapun dalil yang dipergunakan Jumhur :
لَيْسَ فِي الْعَبْدِ صَدَقَةٌ إِلاَّ صَدَقَةُ الْفِطْرِ
Artinya, “Tidak ada kewajiban zakat terhadap budak kecuali zakat fithrah.”
لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي عَبْدِهِ وَلاَ فَرْسِهِ صَدَقَةُ الْفِطْرِ فِي الرَّقِيْقِ
Artinya,“Tidak ada kewajiban zakat fithrah bagi seorang muslim terhadap hambanya,
tidak pula terhadap kudanya, pada diri hamba sahaya.” (HR. Bukhari)
3. Untuk perempuan, kewajiban zakatnya yang membayar adalah orang yang menanggung nafaqahnya, begitu dikatakan oleh Jumhur (Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, Al-Laits dan Ishaq). Adapun Imam Abu Hanifah, Ats-Tsaury dan Ibnul Mundzir berpendapat bahwasanya kewajiban atas dirinya, baik bersuami atau tidak.
4. Adapun orang kafir yang memiliki pembantu atau budak muslim, maka harus mengeluarkan zakat untuk mereka yang ada di bawah tanggungannya. Ini menurut madzhab Syafi’i.
Ahlu Zakat atau Mustahiq Zakat
Ahlu zakat ada 8 golongan sebagaimana yang diterangkan langsung oleh Alloh dalam surat At Taubah ayat yang ke-60 yang berbunyi :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيم .
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. 9:60).
Sungguh merupakan perkara yang agung setelah urusan sholat, karena Alloh telah terangkan secara langsung dalam Al Qur’an yang bila disebut urusan sholat maka akan disebut juga perkara zakat.
Adapun delapan golongan tersebut adalah :
1. Fakir
2. Miskin
3. Amil Zakat
4. Muallaf
5. Riqob atau budak
6. Ghorimin atau orang yang memiliki hutang dan tidak bisa membayarnya.
7. Fii Sabilillah
8. Ibnu Sabil
Dalam satu hadits rasululloh Salallahu 'Alaihi Wa Sallam disebutkan dari Ziyad bin Harits As Soda’I ia berkata saya datang pada Rasululloh Sallallohu 'Alaihi Wasallam untuk berbai’at lalu beliau sebutkan hadits yang panjang. Lalu datang seorang lelaki ia berkata : Berilah aku sedekah ! maka Rasululloh Sallallohu 'Alaihi Wasallam bersabda : Sungguh tidaklah Alloh ridho terhadap keputusan nabiNya atau yang lain dalam perkara sedekah. Hingga ia memutuskan 8 golongan bila engkau ada diantara golongan tersebut niscaya aku beri. ( HR Abu Dawud )
Dan diantara syarat pembagian zakat adalah pembagian harus kepada delapan golongan tersebut tanpa selainnya.misalkan membangun masjid, memperbaiki bangunan, membuat jembatan, mengkafani mayit atau yang lainnya. Karena lafadz ayat tersebut memakai bentuk pembatasan / Al Hasr yaitu انّما yang berfungsi untuk mengokohkan hukum yang telah disebutkan dan menafikan selainnya demikian juga ال Ta’rif yang menunjukan pengkhususan dalam lafadz الصدقة.
Dibawah ini dimuat pembagian musonnif zakat secara ringkas :
1. Fakir yaitu seseorang yang tidak memilki sesuatupun untuk mencukupi kebutuhannya ia lebih butuh dari orang yang miskin.
2. Miskin yaitu seseorang yang sebagian kebutuhannnya tercukupi atau sebagian besar kebutuhannya telah tercukupi akan tetapi ia masih dalam kekurangan dan ia malu untuk meminta-minta pada orang lain.
3. Amil yaitu orang yang menerima , menjaga, menulis, dan membagikan harta zakat termasuk orang yang menuimbang dan membawanya.
4. Muallaf yaitu orang hatinya masih lemah dalam menerima keislaman dan iman diantaranya adalah orang yang baru memeluk Islam. Muallaf dibagi menjadi dua golongan yaitu
Muslim yaitu orang yang lemah iman dan wala mereka ada 4 macam yaitu orang yang terhormat, muslim lemah iman, muslim yang wala terhadap orang kafir dan seorang fajir yang bengis.
Kafir mereka dibagi menjadi 2 golongan yaitu orang kafir yang diharap kebaikannya untuk masuk Islam dan orang kafir yang ditakutkan kejelekannya.
Rasululloh Salallohu 'alaihi Wa Sallam pernah mengutus Ali bin Abi Tholib ke Yaman dan beliau membagi zakat untuk golongan Mu’allaf pada 4 orang yaitu : Al Afro’ bin Hasy Al Handzoli, uyainah bin Badr Al Fazazi, Al Qomah bin Ulatsah Al Amiri dan seorang dari bani Killab. Melihat hal itu orang Quraisy marah dan mengajukan protes pada Rasululloh Salallohu 'alaihi Wa Sallam. Mereka berkata : Kenapa harta zakat itu diberikan pada para penghalang Islam ? sedangkan kita telah ditinggalkan !. Maka Rasululloh Salallohu 'alaihi Wa Sallam bersabda : Hanyasanya saya lakukan hal ini untuik melembutkan hati mereka. ( HR Muttafaq ‘Alaih ) Demikian juga ketika habis dari perang Hunain Rasululloh Salallohu 'alaihi Wa Sallam beriakn zakat pada Sofwan bin Umayyah. Dan masih banyak lagi kisah sejarah dalam hal ini.
5. Budak, kita tidak bahas dalam makalah ini dikarenakan tidak adanya sistem perbudakan di Indonesia.
6. Orang yang berhutang
Golongan Ghorimin atau orang yang berhutang ada 2 macam yaitu : orang yang berhutang uang dikarenakan untuk memperbaiki hubungan dua orang yang berselisih dan orang yang berhutang karena bangkrut dari usahanya. Termasuk dalam kategori ini adalah orang yang berhutang demi membebaskan dirinya dari orang kafir.
7. Orang yang berperang
Yang dimaksudkan dalam ayat sebagai Fii Sabilillah adalah orang yang jelas berperang pada jalan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dan tidak ada perselisihan diantara para Ulama dalam menentukan golongan ini yaitu mereka yang mempertahankan diri dan berperang melawan musuh. Adapun golongan ini yang lebih berhak adalah yang aktif dalam peperangan. Termasuk kategori ini adalah orang yang menunaikan ibadah haji.
Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari berkata : fie sabilillah artinya operasional pendanaan dalam memperjuangkan dinullah, jalan Allah dan syariat-Nya yang telah disyariatkan pada hamba-Nya dengan cara memerangi musuh-musuh Allah, yaitu orang-orang kafir.
Ibnu Zaid berkata : fie sabilillah adalah orang yang berperang dii jalan Allah.
Sabda nabi : shadaqoh haram bagi orang kaya kecuali pada lima orang : 1. Amil zakat 2. …………….
Imam Al-Qurthubi berkata : fie sabilillah yaitu orang yang berperang dan orang yang berada di tempat ribath / berjaga di perbatasan wilayah musuh. Mereka diberi kebutuhan pendanaan dalam peperangan mereka, baik mereka kaya ataupun miskin, demikian perkataan mayoritas Ulama.
Ibnul A’roby mengutip perkataan Imam Malik bahwasanya : jalan Allah itu banyak sekali akan tetapi saya tidak mendapatkan satu pertentangan bahwa maksud sabilillah adalah perang, dan yang berhubungan dengan perang, kecuali yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ishaq : keduanya menyakatan bahwa sabiillah adalah haji. Adapun yang benar menurut saya dari perkataan keduanya bahwa haji itu termasuk satu jalan dengan perang.
Imam Muhammad bin Abdul Hakam : dana shadaqoh dibelanjakan untuk pembelian senajata dan segala peralatan yang dibutuhkan dalam peperangan dan dalam mencegah datangnya musuh.
8. Ibnu Sabiil
Ibnu Sabil Yaitu para musafir yang telah kehabisan bekal baik dalam safar yang bersifat wajib ataupun yang mubah. Termasuk dalam kategori ini yang paling berhak adalah para Tolibul Ilmi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah ditanya seseorang yang mencari ilmu dan ia membutuhkan kitab yang harus dikaji dan kitab ilmu yang dapat menyibukan dan harus dipelajari dalam urusan dien dan dunia maka beliau menjawab bolehnya ia mendapat bagian darinya.Beliau tambahkan keterangan dalam bukunya Syarhul ‘iqna : Semoga hal tersebut tidak keluar dari golongan penerima zakat, karena hal tersebut adalah bagian adri keperluan mencari ilmu yang disamakan dengan nafaqoh.Demikian juga seorang pencari ilmu syar’I yang menjadikan pekerjaan lain sebagai sambilan untuk menafkahinya dalam tolabul ilmi maka tidak mengapa untuk menda[pat bagian dari zakat Dan bila ia mampu mencari rizki maka tidaklah diberi harta zakat.
Zakat Fithri
Definisi Zakat Fithri
Zakat fithri yaitu shadaqah yang dikeluarkan pada akhir Ramadhan, pada malam hari Raya dan pagi harinya. Disebut dengan zakat fithri karena ia disyariatkan ketika bulan ( Ramadhan ) telah sempurna dan pada saat umat Islam yang melaksanakan shaum sudah berbuka dari shaum Ramadhan.
Al-’Allamah Ibnu Manzhur menyebutkan, arti zakat secara bahasa adalah thaharah (kesucian), pertumbuhan, barokah dan pertumbuhan. Dari kata bersinonim hal yang dikeluarkan dan pekerjaannya.
Menurut Imam An-Nawawi rahimahullah, zakat fithrah dan shadaqah fithrah merupakan satu lafazh terlahir, bukan bahasa arab asli, bukan pula kata pinjaman dari bahasa lainnya, akan tetapi merupakan istilah fuqaha’. Seolah-olah dari kata خِلْقَةٌ (ciptaan), yaitu zakat untuk ciptaan (زَكَاةُ الْخِلْقَةِ) .Penulis Al-Hawy juga mengatakan itu.
Adapun secara syara’, Abdurrahman Al-Jazary berkata : “Zakat adalah penetapan hak milik tertentu untuk orang yang berhak dengan syarat-syarat yang telah ada.”
Dan para ulama’ madzhab Hanbali menambahkan : “...dan dalam waktu tertentu.”
Dinamakan zakat fitrah karena dengannya mewajibkan berbuka dari puasa ramadhan (tidak berpuasa lagi). Adapun penamaan lain dari zakat fitrah adalah:zakat ramadhan, zakat shaum, shadaqah fitri, shadaqah shaum, zakat al-badan, dan shadaqah ar-ru’us.
Disyariatkannya Zakat Fithri
Zakat fithri disyariatkan dan diwajibkan ketika shaum Ramadhan, yakni ketika bulan sya’ban tahun ke-2 Hijriah.
Diwajibkan oleh Allah Ta’ala pada bulan ramadhan 2 hari sebelum dilaksanakannya shalat ‘Ied (hari raya ‘Iedul fitri).sebab zakat fithri disandarkan kepada Ramadhan dan berbuka dari shaum. Di samping itu, tidak pernah disebutkan bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat bershaum Ramadhan tanpa mengeluarkan zakat fithri.
Hukum Zakat Fithri
Hukum menunaikan zakat fitrah adalah wajib bagi seluruh kaum muslimin yang mampu membayarnya pada saat itu, hal ini telah disepakati oleh Jumhur Ulama’ berdasarkan dalil-dalil yang sohih diantaranya adalah firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat at taubah : 60
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيم .
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. 9:60).
Juga hadits yang datang dari sahabat Abdullah bin’Umar radhiyallah ‘anhu, beliau berkata :
عن عبد الله عمر رضى الله عنهما أن رسول الله صلّى الله عليه و سلّم فرض زكاة الفطرمن رمضان صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كل حر او عبد ذكر او انثى من المسلمين (الجماعه ).
Artinya : Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu 'anhuma bahwa Rosulullah Sallahu 'Alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fithrah setelah ramadlan satu sho’ dari tamar atau satu sho’ dari gandum terhadap kaum muslimin yang merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan ( HR. Al Jama’ah )
Dalam lafadz lain disebutkan :
عن ابن عمر رضي الله عنه قال:فرض رسول الله صلّى الله عليه و سلّم زكاة الفطر صاعا من تمر أو صاعا من شعير على العبد و الحرّ و الذّكر و الأنثى و الصّغير و الكبير من المسلمين و أمر بها أن تؤدّى قبل خروج النّاس إلى الصّلاة )رواه البخارى و مسلم (
Artinya:”Dari Ibnu Umar Radliyallahuanhuma ia berkata:Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah mewajibkan untuk menunaikan zakat fitrah dengan 1 sha’ kurma kering, atau 1 sha’ tepung gandum bagi setiap hamba sahaya, orang merdeka, kaum laki-laki, kaum perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin, dan beliau juga memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang pergi mengerjakan shalat(‘Iedul Fitri)”( HR Bukhori Muslim ). Juga satu hadits lagi dari Ibnu Umar, beliau mengatakan :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَلَى الْحُـرِّ وَ الْعَبْـدِ وَ الذَّكَرِ وَ الأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَ الْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْـلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ ( متفق عليه )
“Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar ( zakat fithri tersebut ) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat ‘id ( hari Raya ).”
( Muttafaqun’alaih ).
Dalam hadits lain disebutkan :
Adapun dalil yang menunjukkan wajibnya zakat fithrah adalah hadits yang diriwayatkan olrh Al-Hafizh ‘Abdur-Razzaq dengan sanad yang shahih, dari ‘Abd bin Tsa’labah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata : Sehari atau dua hari sebelum ‘Idul Fithri, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhuthbah seraya bersabda :
أَدُّوا صَاعًا مِنْ بِرٍّ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ شَعِيْرٍ عَنْ كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ، صَغِيْرٍ أَوْ كَبِيْرٍ
“Tunaikanlah zakat (fithrah) satu sha’ (empat mud) gandum, atau kurma kering,
atau tepung, atas setiap yang merdeka atau budak, baik kecil atau besar.”
Diwajibkan menunaikan zakat fitrah bagi seluruh kaum muslimin baik anak kecil maupun orang dewasa, laki-laki maupun perempuan, orang yang merdeka maupun hamba sahaya yang mampu menunaikannya pada saat itu, dan ini merupakan kesepakatan Jumhur Ulama’.
Zakat ini wajib dibayarkan terhadap diri sendiri dan terhadap orang-orang yang menjadi tanggungannya. Seperti isteri dan keluarga, apabila mereka tidak mampu melaksanakannya sendiri. Akan tetapi apabila mereka mampu melaksanakannya sendiri, itu lebih baik, karena mereka sendirilah yang dimaksud dalam kewajiban tersebut.
Adapun anak kecil yang belum memiliki harta maka dibebankan pada bapaknya, sedangkan istri dibebankan pada suaminya, dan budak dibebankan pada tuan(majikan)nya , namun jika istri melakukan perbuatan nusyuz(durhaka pada suaminya) sehingga menyebabkan suaminya tidak memberikan nafkah padanya maka tidak ada kewajiban suaminya untuk membayarkan zakat fitrahnya, karena zakat fitrah itu harus ditunaikan bagi seorang muslim untuk dirinya sendiri ataupun orang-orang yang ia nafkahi(seperti : istri, anak dan budak).
Sedangkan bayi yang berada di dalam kandungan Ibunya maka tidak diwajibkan untuk menunaikan zakat fitrah, namun kebanyakan Ahli Ilmu menghukuminya sunnah untuk ditunaikan , karena hal itu dilakukan oleh Shahabat Utsman bin ‘Affan Radliyallahuanhu.
Zakat fithri tidak diwajibkan kecuali terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari keperluannya ketika hari malam hari Raya dan pagi harinya. Jika ia tidak memiliki kelebihan kecuali kurang dari satu sha’ maka hendaknya ia dengan kelebihan itu ( yang jumlahnya kurang dari satu sha’ ) membayar fithrinya. Hal itu berdasarkan firman Allah ta’ala :
فَاتَّقُوا اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لأَنفُسِكُمْ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
artinya : Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” ( At-Taghabun :16 ).
Menurut pendapat Abi Hanifah, bahwa zakat fitrah wajib bagi wanita yang punya suami maupun tidak. Adapun menurut pendapat imam Tiga, Al Laits, serta Ishaq, Sesungguhnya seorang suami wajib mengeluarkan zakat fitrah bagi seorang istrinya. Karena ia termasuk orang yang menjadi tanggungan untuk menafkahinya. Mereka juga sepakat bahwa seorang muslim tidak boleh mengeluarkan zakat bagi istri yang kafir, meskipun dalam urusan nafkah masih menjadi kewajibanya.
Adapun untuk anak kecil, menurut pendapat jumhur, jika anak tersebut memiliki harta, wajib dikeluarkan darinya dan yang mengeluarkan adalah walinya. Tetapi jika ia tidak memiliki harta sendiri, maka kewajiban zakatnya dibebankan atas orang yang menanggung nafkahnya.4
Adapun berkanaan dengan janin, menurut jumhur fuqoha', Zakat fitrah tidak wajib atasnya.
Sedangkan imam Ibnu Hazm berpendapat:" Jika janin telah genap (dalam perut ibunya) seratus dua puluh hari sebelum menyingsingnya fajar hari raya, wajib dikeluarkan zakat fitrah atasnya.
Ibnu Hazm berhujjah, Bahwa Rasululloh saw telah memerintahkan untuk mengeluarkan zakat atas anak kecil dan dewasa. Sedangkan janin termasuk dari anak kecil. Maka setiap hukum yang diberlakukan atas anak kecil berlaku juga terhadap janin. Ibnu Hazm meriwayatkan dari Utsman bin Affan bahwasanya ia mengeluarkan zakat fitrah atas anak kecil, dewasa, dan janin dalam kandungan.
Yang benar bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Hazm tidaklah memilliki dalil yang kuat atas wajibnya mengeluarkan zakat fitrah atas janin. Dan salah jika dikatakan bahwa kalimat anak kecil (shoghir) dalam hadits mencakup janin yang ada dalam kandungan. Dan apa yang diriwayatkan oleh Utsman ra dan yang lainnya tidaklah menunjukkan adanya istihbab dalam mengeluarkanya. Barang siapa yang melakukanya itu baik baginya.
Imam Syaukani menyebutkan bahwa Ibnu Mundir telah menukil sebuah ijma' atas tidak wajibnya mengeluarkan zakat kepada janin. Sedang Imam Ahmad mengistihbabkan bukan mewajibkanya.1
Pemilik Harta Zakat Fithrah
Madzhab Hanbali mengatakan, “Zakat fithrah wajib atas orang yang mempunyai kelebihan makanan pokoknya dan untuk keluarganya di hari ‘Ied dan malamnya selain yang dia miliki yang itu merupakan kebutuhannya, seperti tempat tinggal, pembantu, kendaraan, pakaian sederhananya, dan buku-buku pengetahuan.”
Imam An-Nawawi menjelaskan : “Tentang kecukupan ( اليسار ) adalah orang yang punya kelebihan bahan makanan pokok hari itu untuk dirinya dan keluarganya dan orang-orang yang harus ditanggungnya pada malam hari’Iedul-Fithri.
Syarat-Syarat Mustahiq Zakat
1. Fakir kecuali Amil, Ibnu sabil, pengarang, pejuang fisabilillah meskipun mereka termasuk orang yang kaya. Begitu juga zakat halal bagi tholibul ilmi as syar'iyyah, dikarenakan menuntut ilmu syar'i adalah fardlu kifayah, ditakutkan karena dengan cenderung untuk bekerja akhirnya ia meninggalkan kewajiban menuntut ilmu tersebut.
2. Muslim, Tidak boleh memberikan zakat kepada orang kafir (tidak ada khilaf antar fuqoha' dalamhal ini)
3. Bukan merupakan tanggungan nafaqoh bagi muzakki. Yaitu kaum kerabat, istri, seperti orang tua (Keatas), anak (kebawah) hal ini diKarenakan menafkahi mereka adalah wajib hukumnya. Boleh memberikan zakat kepada kerabatnya yang lain seperti saudara laki-laki maupun saudara perempuan, paman, bibi, dan lain sebagainya. Sesuai dengan hadits Nabi saw:"
لحديث الطبراني عن سلمان بن عامر : الصّدقةُ على المسلمين صدقةٌ وهي لذي ا لرحْمِ اثنتان, صدقةٌ و صِلَّةٌ.(الطبراني). بل اِنَّ القرابةَ اَحقُّ بِزكاَةِ المُزَكِّي قال مالكُ, أَفضلُ مَنْ وضعتَ فيهِ زَكاتكَ قَرَابَتَكَ الَّذِي لاَ تَعولُ (الفقه الاسلامي 2\885,886)
hadits At-thobrony, dari Salman bin Amir:" Sebuah Shodaqoh atas muslim adalah shodaqoh dan jika ia diberikan kepada dhawi rohim dapat dua perkara yaitu shodaqoh dan menyambung tali persaudaraan.
Bahkan kerabat itu lebih berhak atas zakat. Imam malik berkata:"Lebih utama jika kamu memberikan zakatmu kepada kerabatmu yang bukan merupakan tanggunganmu.4
4. Tidak dari Bani Hasyim
5. Baligh, berakal, merdeka. 5
JENIS DAN UKURAN ZAKAT FITRAH
Adapun jenis makanan yang boleh dipergunakan untuk membayar zakat fithri ialah makanan pokok, seperti kurma,, gandum, beras, kismis, keju kering atau lainnya yang termasuk makanan pokok manusia.
Ukuran zakat fitrah yang telah ditentukan oleh Rasululloh saw adalah satu sho' atau sebanding dengan empat mud. Dan yang dikeluarkan adalah jenis makanan yang digunakan di negeri tersebut. Baik itu gandum, Kurma, beras, zabib, dan lain sebagainya. Malikiyah menambahkan lebih baik lagi kalau jenis yang dikeluarkan berupa bahan makanan yang terbaik dinegeri tersebut.4
Sebagaimana perkataan Abu Said ra:
عن اَبي سعيد الخذري رضي الله عنه قَالَ كُنَّا نُخرجُ زكاةَ الفطرِ صاعًا مِن طعامٍ أَو صاعًا مِن شعيرٍ أو صاعًا مِن تمَرٍ أو صاعًا مِن أقطٍ أَوْ صاعًا مِنْ زَبيبٍ (متفق عليه)
" Kami (ketika bersama Rasululloh saw.) mengeluarkan zakat fitrah dari setiap individu baik anak kecil, Besar, hamba sahaya, merdeka, mengeluarkan satu sho' dari makanan pokok atau satu sho' dari susu yang kering,atau satu sho' dari gandum, atau satu sho' dari kurma atau satu sho' dari zabib. 5
Ibnu Umar radhiyallah ‘anhu berkata, bahwa :
عن ابن عمر رضي الله عنه قال:فرض رسول الله صلّى الله عليه و سلّم زكاة الفطر صاعا من تمر أو صاعا من شعير على العبد و الحرّ و الذّكر و الأنثى و الصّغير و الكبير من المسلمين و أمر بها أن تؤدّى قبل خروج النّاس إلى الصّلاة )رواه البخارى و مسلم (
Dari Ibnu Umar berkata “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar ( zakat fithri tersebut ) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat ‘id ( hari Raya ).”
( Muttafaqun’alaih ).
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri di bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum, dan gandum dan itu semua disyaratkan dengan zakat berupa makanan pokok penduduk negeri, hal ini sebagaimana dikatakan Abu Sa’id Al Khudri radhiyallah ‘anhu : “Kami membayar zakat fithri saat hari raya pada masa Rasululah satu sha’ makanan, dan makanan pokok kami adalah gandum, kismis, keju kering dan kurma.”
( HR.Al-Bukhari ).
Ukuran Satu Sho'
Dari keterangan dalil-dalil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang wajib dizakati hanya 1 sha’ baik berupa gandum atau selainnya(dari makanan yang mengenyangkan), hal ini merupakan Madzhab Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan seluruh Jumhur Ulama’. Sedangkan pendapat Imam Abu Hanifah membolehkan dengan ½ sha’ gandum.
Satu sho sama dengan empat mud. Menurut hanafiyah, satu mud sama dengan 1,032 liter atau 815,39 gram. satu sho' sama dengan 4,128 liter atau 3261,5 gram. 2 Adapun menurut Imam syafi'i, Ahmad, Malik, satu mud sama dengan 0,687 liter atau 543 gram. satu sho' sama dengan 2,748 liter atau 2176 gram3
Kadar zakat fitrah itu 1 sha’ kurma kering, tepung gandum, kismis, keju dan makanan lainnya.
Diperbolehkan pula menunaikan zakat fitrah dengan sesuatu yang menjadi kemampuan suatu negeri, seperti:1 sha’ beras dan lain-lain. Adapun maksud sha’ di sini adalah sha’ menurut Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam yaitu 4 kali dua telapak tangan laki-laki dewasa yang betul-betul dianggap adil.
Hanyasanya yang paling utama untuk dizakati adalah makanan yang mengenyangkan, sebab makna yang dzahir(jelas) dari hadits Abu Sa’id al-Khudry Radliyallahuanhu adalah
عن أبى سعيد الخدريّ رضي الله عنه قال:كنّا نعطيها فى زمن النّبيّ صلّى الله عليه و سلّم صاعا من طعام أو صاعا من تمر أو صاعا من شعير أو صاعا من أفط أو صاعا من زبيب
فلمّا جآء معاوية و جآءت السمرآء قال:أرى مدّا من هذه يعدل مدّين
قال أبو سعيد:أمّا أنا فلا أزال أخرجه كما كنت أخرجه على عهد رسول الله صلّى الله عليه و سلّم (رواه البخارى(
Artinya,”Dari Abu Sa’id al-Khudry Radliyallahuanhu ia berkata:Kami menunaikan zakat fitrah pada zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dengan 1 sha’dari makanan, atau kurma kering, atau tepung gandum, atau susu kering(keju), atau anggur kering(kismis), maka ketika Mu’awiyah Radliyallahuanhu datang dengan membawa gandum(dari Syam). ia berkata,”saya berpendapat bahwa jika dengan ini(gandum dari Syam) sebanyak 1 sha’ maka alangkah adil jika untuk yang selainnya adalah 2 sha”, maka Abu Sa’id Radliyallahuanhu berkata:”saya tidak akan menghapus cara pengeluarannya sebagaimana kami mengeluarkan(menunaikan)nya di zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam”. (HR. al-Bukhary)
Karena itu tidak sah jika yang dibagikan adalah makanan hewan, karena Nabi mewajibkan zakat fithri itu sebagai pemberi makan untuk manusia bukan untuk hewan.
Membayar Zakat Fithri dengan uang
Yang wajib dikeluarkan adalah makanan pokok. Adapun selain makanan pokok seperti uang atau dikiaskan dengan yang lain ini tidak diperkenankan. kecuali kalau memang terpaksa sekali. Karena yang demikian tidak pernah ditetapkan oleh Rasululloh saw. bahkan tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. 6
Zakat fithri tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya. Karena hal itu menyalahi apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Padahal Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ( روه مسلم )
”Barangsiapa melakukan amalan yang tidak kami perintahkan maka amalan itu tidak diterima.” )HR. Muslim )
Disamping itu, membayar harga zakat fithri itu menyalahi praktek amalan para sahabat. Karena mereka membayar zakat fithri dengan satu sha’ makanan, tidak dengan yang lain. Di samping itu, pada zaman Nabi juga telah ada nilai tukar ( uang ). Seandainya membayar zakat fithri dengan uang diperbolehkan, tentu beliau telah memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut, tetapi hal itu tidak dilakukan oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam.
Adapun diperbolehkannya menunaikan zakat dengan uang ,pendapat yang membolehkan zakat fithri ini dibayarkan dengan nilai tukar ( uang ) hanyalah madzhab Hanafi, tetapi pendapat tersebut lemah karena dalil yang dipergunakan tidak kuat. Menurut pendapat Asy Syafi’I disebutkan, “Tidak sah membayar zakat fithri dengan nilai nominal ( uang ), dan para ulama tidak berbeda pendapat tentangnya.” Adapun ukuran zakat fithri itu adalah satu sha’ –nya Nabi shalallahu alaihi wasallam, atau beratnya kira-kira 2,4 kg.
Dan dibolehkan juga menunaikan zakat melebihi kadar yang telah ditentukan yaitu 1 sha’, tanpa memberitahukan dahulu kepada orang yang menerimanya (faqir dan miskin).
Menurut hanafiyah, boleh mengeluarkan zakat dalam bentuk uang, dirham, dinar. karena Kewajiban yang dibebankan pada hakekatnya adalah mengkayakan orang miskin dan fakir. Sebagaiman sabda Rasululloh saw.
قال رسول الله صلّىالله عليه وسلم :أغنوهُم عنِ السّوالِ في هذا اليومِ
"Kayakanlah mereka dari meminta-mita pada hari ini"
Sedangkan mengkayakan mereka dapat tercapai dengan uang, bahkan lebih sempurna, dan mudah digunakan.
ولا يُجْزئ عند الجمهور إِخراجُ القيمةِ عن هَذه الاصنافِ. فَمَن أَعطىَ القِيمَةَ لَمْ تُجزِئْهُ, لِقولِ ابن عمرَ: فَرضَ رسولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلّم صدقةَ الفطرِ صاعًا مِن تمرٍ وصاعًا مِن شعيٍر. فإِذَا عَدَلَ عَن ذَالكَ فَقد تَركَ المَفْرُوضِ
Sedangkan Jumhur berpendapat :"Tidak diperkenankan mengeluarkan uang sebagai ganti dari jenis-jenis makanan pokok. Barang siapa yang membayar zakat dengan uang maka tidak mendapatkan jaza'. Sebagaimana perkataan Ibnu Umar ra:" Jika menyelisihi dari jenis yang telah ditentukan (makanan pokok), maka ia telah meninggalkan kewajiban. 1
Dalam Al Majmu' fi Syarh al Muhadldlab Disebutkan :
قال المصنف رحمه الله : ولايجوزُ اَخذُ القيمةِ في شيئٍ مِنَ الزَّكاةِ لإِنَّ الحقَّ للهِ تعالَى وقَد علَّقَهُ على مَا نَصَّ عَليهِ فَلاَ يجوزُ نقلُ ذالكَ الى غيرِهِ كَالأُضْحِيَّةِ لما عَلَّقَهَا عَلَى الانْعَامِ لَمْ يَجُزْ نقلُهاَ اِلى غيِرهَا
Imam An Nawawi berkata:" Tidak diperbolehkan mengambil zakat dari bentuk nominal, Karena ini adalah haq Alloh swt yang telah ditentukan dalam nash. Maka tidak diperkenankan mengganti dengan yang lain, sebagaimana hewan sembelihan dalam Udh hiyyah yang telah ditetapkan harus dari binatang ternak, tidak boleh diganti dengan selain dari binatang tersebut.2
Waktu Membayar Zakat Fithri
Waktu membayar zakat fithri ialah ketika matahari terbenam di hari akhir pada bulan ramadhan atau malam hari Raya. Maka barangsiapa memiliki kewajiban untuk membayarnya pada waktu itu, ia wajib melaksanakannya.
Dengan demikian, bila seseorang meninggal sebelum tenggelamnya matahari sekalipun beberapa menit, maka tidak wajib baginya membayar zakat fithri. Tetapi jika meninggal setelah tenggelamnya matahari, maka wajiblah dikeluarkan zakat fithrinya. Dan jika seseorang lahir setelah tenggelam matahari, sekalipun beberapa menit, maka dia tidak wajib dibayarkan zakat fithrinya, dan jika sebelumnya maka wajib dibayarkan zakat fithrinya. Dan jika seseorang masuk Islam sebelum tenggelamnya matahari, maka ia wajib mengeluarkan zakat fithri, tetapi jika sesudahnya maka tidak wajib atasnya. Jadi pada waktu-waktu tersebut diperbolehkan untuk membayar zakat fithri yaitu sehari atau dua hari sebelum ‘id. Di dalam Kitab Shahih Al-Bukhari, dari Nafi’, ia berkata :
كَانَ اِبْنُ عُمَرَ يُعْطِي عَنِ الصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ حَتَّى إِنْ كَانَ يُعْطِى عَنْ بَنِيَّ وَكَانَ يُعْطِيْهَا الَّذِيْنَ يَقْبَلُوْنَهَا وَ كَانُوْا يُعْطُوْنَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ.
“Adalah Ibnu ‘Umar membayarkan zakat fithri untuk anak-anak dan orang dewasa, dan jika beliau membayarkan zakat fithri anakku, beliau berikan kepada yang berhak menerimanya. Dan mereka membayar zakat fithri itu sehari atau dua hari sebelum ‘id.”
Dari keterangan diatas menjelaskan diperbolehkannya menunaikan zakat fitroh 2 hari sebelum shalat ‘Iedul Fitri dan tidak diperbolehkan dari batasan yang telah ditentukan itu, hal ini sesuai dengan perkataan Ibnu Umar Radliyallahuanhuma.
Adapun waktu yang disunnahkan dan diutamakan untuk menunaikannya yaitu pada waktu shubuh sebelum dilaksanakannya shalat ‘Iedul Fitri Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallah ‘anhu :
عن ابن عمر رضي الله عنه قال: ......... و أمر بها أن تؤدى قبل خروج النّاس إلى الصّلاة )رواه البخارى و مسلم(
Artinya:”Dari Ibnu Umar Radliyallahuanhuma ia berkata: ……dan beliau juga memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang pergi mengerjakan shalat(‘Iedul Fitri)”.
Dalam lafadz lain disebutkan :
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْـلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَة ِ( روه مسلم وغيره )
Bahwasannya Nabi memerintahkan membayar zakat fithri sebelum orang-orang pergi untuk shalat ‘id.”
( HR. Muslim dan lainnya ).
Demikian yang ditetapkan para ulama khususnya madzhab Imam yang empat. Jika mengerjakannya setelah ditegakkannya shalat ‘Iedul Fitri maka hukumnya menurut Imam Ahmad dan seluruh Jumhur Fuqaha’ adalah haram.
Imam Hanafi berpendapat bahwa bolehnya mendahulukan pelaksanaan zakat fitrah 1 atau 2 hari sebelum shalat ‘Iedul Fitri.
Imam Syafi’i berpendapat bolehnya pelaksanaan zakat fitrah itu sejak di hari pertama bulam ramadhan.
Imam Maliki berpendapat bahwa secara mutlaq hukum mendahulukan pengeluarannya tidak boleh sama sekali sebagaimana shalat sebelum tiba waktunya.
Imam Hambali berpendapat sebagaimana pendapat Imam Hanafi, berdasarkan hadits
كانوا يعطون قبل الفطر بيوم أو بيومين (رواه البخارى)
Artinya:”bahwa (para Shahabat Radliyallahuanhum)menunaikannya(zakat fitrah) sehari atau dua hari sebelum dilaksanakannya shalat ‘Iedul Fitri”. (HR. al-Bukhary).
Untuk lebih rincinya serta untuk lebih mudahnya waktu pembayaran zakat fitri ini dapat dibagi dalam beberapa bagian, yaitu :
1. Waktu yang dibolehkan
Yaitu mengeluarkanya satu hari atau dua hari sebelum sholat 'ied (sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Ibnu Umar ra. Menurut Imam As Syafi'i, Boleh mengeluarkan zakat fitrah diawal bulan romadlon. Sedangkan Hanabilah berpendapat: Boleh mengeluarkan zakat fitrah dua hari sebelum hari raya. Seperti yang diriwayatkan oleh imam Bukhori:
وكان ابن عمر رضي الله عنهما يُعطِيهَا الّذين يَقبَلونهَا. وكَانُوا يُعطون قَبلَ الفطرِ بِيومٍ أو يَومَينِ (البخاري)
Bahwasanya Ibnu Umar ra. mengasihkanya kepada orang yang menerimanya. Dan mereka mendapatkannya sehari atau dua hari sebelum hari raya fitri. 1
2. Waktu yang afdol dan utama
Waktu yang afdol dan utama yaitu mengeluarkanzakat fitri dimulai dari terbitnya fajar hari 'ied sampai dengan sebelum dimulainya sholat 'ied. Sebagaiman perintah dari Rasululloh saw :
عن ابن عمر قال أَمرَ رسولُ اللهِ صلى اللهُ عليهِ وسلم بِزكاةِ الفطرِ أنْ تُؤدَّى قَبلَ خُروجِ النَّاسِ الى الصَّلاةِ (زاد المعاد لابن القيم ص2 \ 20)
" Dari Ibnu Umar ra. berkata:" Rasulullah saw. memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum keluarnya manusia untuk sholat ied ." 2 Begitu juga sebagaimana perrkataan Ibnu Abbas yang termaktub diatas.
3. Waktu mengqodlo'
Yaitu mengeluarkan zakat setelah sholat 'ied, Hukum zakat syah dan mendapat pahala tetapi makruh.
Kalau seseorang mengakhirkan waktu pelaksanaan zakat fitrah sedangkan ia sadar atas perbuatannya itu maka ia berdosa dan harus bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala serta mengqadha’(tetap mengganti/menunaikan)nya, karena ia merupakan amalan yang tidak bisa bebas(kewajibannya) walaupun waktu untuk melaksanakannya telah habis, namun jika perbuatannya itu dikarenakan lupa maka ia tidak berdosa dan tetap harus mengqadha’nya.
Sabda Rasulullah saw: "
...فمن ادَّاها قَبلَ الصَّلاةِ فهي زكاةٌ مقبولةٌ ومَن أدَّاها بَعدالصلاةِ فهي صدقةٌ من الصّدقاتِ (ابن ماجه وابو داود)
Secara dlohir hadits ini menyatakan bahwa orang yang mengeluarklan zakatnya setelah hari raya maka ia sama dengan tidak mengeluarkan zakat. Jumhur berpendapat:" mengeluarkan zakat sebelum sholat 'ied adalah perbuatan mustahab. Mereka juga menyatakan bahwa zakat yang dikeluarkan setelah sholat 'ied itu syah dan berpahala sampai akhir hari raya karena tujuan yang dicapai dari dikeluarkannya zakat adalah mengkayakan orang fakir dan miskin dari berkeliling dan meminta-minta pada hari itu. sebagaiman Sabda Rasululloh saw yang termaktub diatas.
Adapun mengakhirkan-akhirkan sampai akhirnya hari raya, Ibnu Ruslan berkata:"haram hukumnya menurut kesepakatan para ulama mengakhirkan waktu pembayaran zakat fitri" Dikarenakan kewajiban zakat sama dengan kewajiban sholat. Barang siapa yang mengakhirkan dari waktu yang ditentukan maka berdosalah ia. Al mansur billah menerangkan bahwa waktu mengeluarkan zakat fitrah adalah sampai hari ketiga dari bulan Syawal 3
Sedangkan Hanabilah berpendapat akhir dari pembayaran zakat fitrah adalah terbenamnya matahari di hari 'ied itu 4
Dan yang perlu dititiktekankan lagi adalah bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang muslim mengakhirkan pembayaran zakat fithri itu setelah shalat ‘id. Jika diakhirkan setelah shalat ‘id dengan tanpa udzur syar’i, maka ia tidak terhitung sebagai zakat fithri, akan tetapi dinilai sebagi sedekah biasa. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas Radliyallahuanhuma :
من أداها قبل الصّلاة فهي زكاة مقبولة و من أداها بعد الصّلاة فهي صدقة من الصّدقات
Artinya:”(Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda):barangsiapa yang menunaikannya sebelum dilaksanakannya shalat(‘Ied Fitri) maka itu merupakan zakat yang diterima(Allah Subhanahu wa Ta'ala) dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka ia seperti shadaqah dari shadaqah yang biasa”.
Jika Ada Udzur Syar’i Untuk Membayar Pada Waktunya
Orang yang mengakhirkan pembayaran zakat fithrinya disebabkan adanya udzur syar’i adalah tidak mengapa. Seperti seseorang yang baru mendengar kabar tentang hari Raya secara tiba-tiba, sehingga dia tidak sempat membayar zakat fithri itu sebelum shalat ‘id, atau seseorang yang berharap kepada orang lain yang membayarkannya, kemudian orang tersebut lupa, maka tidak apa-apa kalau dia membayarnya setelah ‘id. Karena hal itu termasuk udzur syar’i.
Inti Dari Kewajiban Zakat Fithri
Yang wajib adalah, zakat fithri itu harus sampai ke tangan orang-orang yang berhak menerimanya pada waktunya sebelum shalat ‘id. Bila seseorang berniat membayar zakat untuk seseorang, tetapi dia tidak bertemu orang yang dimaksud atau wakilnya maka ia harus menyerahkannya kepada orang lain yang berhak menerimanya, dan tidak boleh mengakhirkannya dari waktu yang semestinya.
Tempat Membayar Zakat Fithri
Hendaknya zakat fithri itu diserahkan kepada fakir miskin di sekitar tempat ia berada pada waktu dia mendapati hari raya itu, baik itu tempat tinggalnya atau tempat lain di wilayah kaum muslimin.
Jika seseorang tinggal di suatu wilayah yang tidak ada orang yang berhak menerimanya, maka dia boleh mewakilkan pembayaran zakat fithri tersebut kepada orang lain untuk ia laksanakan di tempat yang terdapat orang-orang yang berhak menerimanya.
Yang Berhak Menerima Zakat Fithri
Orang-orang yang berhak menerima zakat fithri ialah delapan golongan sebagaimana yang berhak menerima zakat mal ( harta benda ), karena zakat ini masuk dalam keumuman ayat yang disebutkan dalam dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 sebagai Mustahiq Zakat (penerima zakat) yaitu :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْن والعَامِلِيَن عَلَيْهَا وَالمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُم وَفي الرِّقَابِ وَالغَارِمِيَن وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابنِ السَّبِيلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ (التوبة :)
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana.
Hanyasanya yang lebih berhak menerimanya adalah orang fakir dan miskin demikian yang telah dilakukan oleh Rasululloh Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya. Rasululloh saw bersabda:
قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم :أغنُوهُم عن السؤالِ فى هذَا اليومِ فَلاَ تُدفَع لِغيرِ الفُقَرَاءِ إِلاَّ عِندَ انعدَامِهِم أوْ خِفَّةِ فَقرِهِم أوْ اشْتِدَادِ حَاجَةِ غيِرهم مِن ذَوِي السِّهَامِ
" Kayakanlah mereka dari meminta-minta pada hari ini. jangan dikeluarkan kepada selain mereka kecuali kalau tidak ada sama sekali, atau ringannya kefakiran mereka atau beratnya kebutuhan selain fakir miskin itu dari golongan yang mendapatkan bagian zakat.2
Dan hendaknya tidak ada basa-basi dalam masalah zakat fithri. Yakni yang semestinya didahulukan untuk menerimanya haruslah orang yang diketahui paling membutuhkan, sehingga tidak mendahulukan ta’mir masjid, ustadz/guru ngaji, sesepuh/pengurus kampung, apalagi dimasukkan ke dalam kas masjid atau sejenisnya.
Zakat fithri itu dibayarkan kepada beberapa orang fakir atau kepada satu orang miskin saja, karena Nabi shalallahu alaihi wasallam hanya menentukan jumlah yang dibayarkan saja dan tidak menentukan jumlah yang boleh diterima seseorang.
Diperbolehkan bagi orang fakir, jika mendapat zakat fithri dari seseorang untuk membayarkannya sebagai zakat bagi dirinya atau untuk salah satu anggota keluarganya apabila ia sendiri telah menakarnya kembali atau diberitahu oleh orang yang membayar zakat fithri itu bahwa takarannya sudah sempurna dan dia yakin dengan pemberitahuan itu.
Adapun pendapat Jumhur ulama mensyaratkan atas wajibnya mengeluarkan zakat atas orang fakir Jika ia memiliki makanan yang lebih untuk digunakan olehnya dan orang-orang yang menjadi tanggunganya selama hari raya. Punya kelebihan dalam tempat tinggal, harta, dan keperluan sehari-harinya. Jika ada orang memiliki sebuah rumah yang hanya digunakan untuk bertempat tinggal, atau untuk disewakan dalam rangka mencari nafkah, atau memiliki hewan tunggangan yang digunakan untuk mengangkut atau dimanfaatkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pokoknya, atau memiliki barang dagangan tetapi jika dikeluarkan hartanya untuk membayar zakat tidak memenuhi kebutuhanya sehari-hari atau akan habis untungnya, maka ia tidak ada kewajiban untuk membayar zakat. Atau jika ia memiliki beberapa kitab untuk dibaca, maka ia tidak usah menjualnya kemudian digunakan untuk membayar zakat fitrah. Orang perempuan yang memiliki perhiasan untuk dipakai, ia tidak usah menjualnya dalam rangka untuk membayar zakat. Tetapi jika ia ada kelebihan dari kebutuhan pokok, boleh menjualnya untuk menbayar zakat fitrah, dan kalau ini dilakukan pada hakikatnya tidak ada kerugian yang mendasar terhadap kehidupanya.3
Zakat ini juga diberikan oleh orang yang faqir dari kaum muslimin di negeri yang mengeluarkan zakat tersebut, dan juga diperbolehkan dipindahkan ke negeri yang lain yang lebih membutuhkan namun tidak boleh digunakan untuk membangun masjid atau jalan umum.
Hikmah Zakat Fithri
Diantara hikmah zakat fithri ialah :
a. Bagi pribadi dan individu muslim
1. Menyucikan jiwa orang yang shoim dari perbuatan laghwun dan kotor. Bagi orang yang melaksanakan shiyam, zakat berfungsi sebagai pembersih dari laghwun dan rofats .Hal ini disebabkan karena as sho’im (orang yang puasa ) tidak terlepas dari melakukan kedua hal tersebut. Padahal shoum yang sempurna adalah bukan hanya syahwat perut dan kemaluan yang puasa namun lisan, pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya juga ikut melakukan puasa yaitu dengan menjauhi apa yang dilarang Allah dan RosulNya baik itu berupa perkatan atau perbuatan. Dengan demikian sangat sedikit yang selamat dari hal tersebut sehingga datanglah syari’at zakat di akhir ramadlan sebagai pembersih dari kotoran yang menempel ketika melaksanakan shiyam atau sebagai penutup dari kekurangan sebagaimana mandi yang dapat membersihkan badan dari kotoran yang melekat padanya. sesunggunya kebaikan itu menghapuskan kejelekan.
2. Menanam sikap rela berkorban dan suka membantu orang lain.
3. Menghilangkan sifat bakhil dan loba pemilik kekayaan
4. Menghindarkan pemupukan harta perorangan yang dikumpulkan atas penderitaan orang lain.
5. Sebagai penyempurna pelaksanaan ibadah shaum, karena terkadang ada saja kekurangan dalam pelaksanaan ibadah shaum itu, atau melakukan perbuatan yang sia-sia dan dosa.
6. Sebagai ungkapan rasa syukur terhadap nikmat Allah berupa kemampuan melaksanakan ibadah shaum secara sempurna, shalat tarawih, juga amal-amal shalih lain di bulan Ramadhan.
Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma berkata:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ فَمَنْ أدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
( أخرجه أَبوداود وابن ماجه وصحّحه الحاكم)
"Bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithrah sebagai penyucian jiwa orang yang shaum dari penyakit laghwun, rofats, dan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang fakir serta miskin."
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah serta dishohihkan oleh al Hakim. Adapun lengkapnya adalah: Barang siapa yang mengeluarkan sebelum sholat ied maka itu diterima dan barang siapa yang mengeluarkan setelah sholat ied maka itu adalah sedekah.1
Dalam lafadz lain Yang hampir sama juga dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْـوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ, فَمَنْ أَدَاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أَدَاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. ( رواه أبـو داود وابن ماجه و المارقطني و الحاكم وصححه )
"Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri itu sebagai penyuci bagi orang yang shaum dari perbuatan sia-sia dan ucapan yang kotor dan sebagai pemberi makan untuk orang yang miskin, barangsiapa mengeluarkannya setelah shalat ( ‘id ) maka ia adalah shadaqah biasa.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ad Daruquthni, Al Hakim, dan dishahihkannya ).
b. Bagi mujtama’ muslim
1. Zakat fithrah bagi mujtama’muslim berfungsi sebagai penebar rasa kasih sayang dan rasa gembira disetiap pejuru masyarakat terkhusus bagi fuqoro’ wal masaakin. Hal ini disebabkan hari raya ‘ied adalah hari yang penuh dengan kegembiran, maka luapan perasaan ini sudah seyogyanya bisa dirasakan juga oleh kaum muslimin seluruhnya. Namun fuqoro’ wal masaakin tidak dapat merasakan perasaan ini ketika melihat orang kaya menikmati hidangan yang lezat lagi nikmat sedang dia tidak mendapatinya pada hari itu. Di sinilah Islam dengan syari’at yang sangat concern terhadap mashlahah kehidupan mensyari’akan adanya zakat guna memenuhi hajah dan mengingatkan atas pahitnya dan betapa sulitnya kehidupan mereka. Sehingga akan muncul perasaan mahabbah waa rahmah dan juga imeg bahwa masyarakat tidaklah menterlantarkan ataupun melupakan mereka pada hari dimana kaum muslimin sedang merayakan hari yang penuh kesenangan.
2. Membina dan mempererat tali persudaraan sesama umat islam
3. Berbuat baik terhadap orang-orang fakir serta mencegah mereka agar jangan sampai meminta-minta pada hari Raya, sehingga mereka bisa ikut merasakan kegembiraan sebagaimana orang-orang kaya. Dengan demikian maka hari Raya itu betul-betul menjadi milik semua orang.
4. Memenuhi kebutuhan fakir miskin agar tidak meminta-minta pada hari raya, sebagaimana sabda Rasululloh saw bersabda:
5. قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم :أغنوهُمْ عنِ السؤالِ فِى هذ اليَومِ (البيهقي)
6. Artinya, " Kayakanlah mereka (fakir miskin) dari meminta-minta pada hari ini2
7. Mencegah jurang pemisah antara si miskin dan si kaya yang dapat menimbulkan masalah dan kejahatan sosial 3
Zakat Maal
Harta dalam Islam dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Yang dihitung dengan menghitung nisob dan haul. Harta dalam kategori ini dibagi 4, diantaranya adalah :
● Emas
● Perak
● Barang Dagangan
● Binatang Ternak
2. Yang dihitung dengan Nisob tanpa menunggu haul, Harta dalam kategori ini dibagi 4, diantaranya adalah :
● Hasil Tanaman
● Hasil Buah-buahan
● Hasil Tambang
● Hasil Temuan dan harta yang terpendam atau harta karun
Syarat-Syarat perzakatan dalam Zakat Maal
Termasuk kemudahan dalam Islam adalah adanya persyaratan dalam hal harta perzakatan diantaranya :
1. Harta dimiliki secara sempurna. Terkecuali dalam golongan ini adalah pemilik harta mu’ayyan yaitu harta milik khilafah yang dijaga.
2. Sifat harta berkembang semisal diperdagangkan atau yang lainnya.
3. Mencapai nisob.
4. Harta telah melebihi kebutuhan pokok.
5. Bebas dari hutang.
6. Mencapai haul yaitu waktu zakat dalam kurun satu tahun.
Yang disyreatkan dengan haul disebut dengan Ro’sul Maal diantaranya adalah An’am atau binatang ternak Nuqud atau uang dan barang dagangan.Sedangkan yang tidak disyaratkan dengan haul disebut dengan Zakat Liddakhl diantaranya adalah Tanaman, Buah-buahan, madu dan barang tambang.
Syarat Zakat Tijaroh
1. Pemilik barang Aada niatan untuk berdagang.
2. Diakhir harta dagangan tahun telah mencapai
3. Nisob yaitu akhir diperdagangkan
4. Diukur dengan nisob emas dan perak
Beberapa masalah
1. Boleh seorang istri memberikan zakatnya kepada suaminya yang fakir dan tidak boleh seorang suami memberikan zakatnya kepada istrinya. Karena seorang suami sudah wajib hukumnya memberikan nafkah kepada istrinya.
2. Kewajiban zakat fitrah ini gugur dari orang yang tidak memiliki kebutuhan makanan pokok
3. Boleh membagikan zakat orang satu kepada beberapa mustahiq, begitu juga boleh membagikan zakat beberapa orang kepada satu mustahiq.
4. Tidak boleh memindah zakat ini dari suatu negri kenegri yang lain.3
5. Wajib bagi seorang Imam mengutus beberapa utusan (Sebagai 'amil) untuk mengambil zakat sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi saw dan para sahabat. Karena diantara orang yang memiliki harta tersebut ada yang tidak mengetahui kewajiban yang ada padanya, bakhil terhadap hartanya. Maka wajib untuk diutus sebuah utusan dalam rangka mengambil harta tersebut.4
Seorang Imam tidak boleh mengutus seorang kecuali mereka yang merdeka, adil, dan tsiqoh(dapat dipecaya). Hamba sahaya dan orang fasiq tidak berhak untuk diserahi tugas dan amanah ini. Begitu juga tidak diutus kecuali orang yang faqih. Karena ini membutuhkan mana yang perlu diambil zakatnya dan mana yang tidak wajib diambil, serta membutuhkan sebuah ijtihad terhadap masalah-masalah yang muncul tentang zakat beserta hukum-hukumnya.1
Zakat lewat Amil atau panitia
Kata ‘amil jamanya adalah Amilun yaitu orang yang menerima, mengumpulkan zakat juga orang yang mengurusi zakat yang telah ditunjuk oleh Imam atau wakilnya atau yang ditunjuk oleh lembaga yang menangani urusan zakat.
Pekerjaan pokok ‘amil adalah : mengurus, menjaga, mengatur, menyalurkan, administrasi dan segala urusan yang berhubungan denganzakat dari seorang Muzakki sampai ke tangan Mustahiq yang berhak menerima zakat.
Seseorang yang kaya lalu ia memberikan harta pada seseorang dan kemudian ia berkata : Bagilah zakat ini sesuai kemauanmu, maka orang tersebut bukanlah disebut sebagai amil zakat. Adapun maksud ‘Amil zakat yang dimaksud dalam ayat Alloh Subhanahu Wa Ta'ala والعاملون عليها ( yaitu orang yang bekerja mengurusi zakat ). Adapun kata على bermakna suatu bentuk dari suatu wilayah yang artinya satu golongan tertentu yang mengurusi zakat, seolah kata tersebut mengandung makna Al Qoimiin ( pelaksana tugas ) oleh karena itu orang yang mengurusi zakat sebagai ganti dari orang tertentu bukanlah disebut sebagai ‘amil.
Seorang miskin yang mangambil zakat dari temannya yang kaya denagn alasan ia akan membagi-bagikannya lalu ia mengambil dari zakat tersebut bagian untuk dirinya maka hal tersebut adalah haram. Diantara manusia ada yang mengambil harta zakat lalu memberikannya pada orang lain tanpa akad perwakilan dari seorang yang berzakat maka perbuatan ini adalah diharamkan. Dia haus menanggung zakat temannya jika temannya tadi tidak memberikan izinnya dan tidak memperkenankan perbelanjaan itu.
Dalam pembahasan pembayaran zakat tidak menjadi masalah mengeluarkan zakat secara langsung untuk kategori zakat fitrah adapun untuk zakat maal maka dikembalikan ke Negara yaitu Baitul Maal.
Untuk zakat fitrah dibolehkan memberikannya langsung dari Muzakki kepada Mustahiq, bahkan boleh memberikan zakat kepada kerabatnya yang miskin walau dalam satu rumah. Akan tetapi boleh juga membayarkannya lewat lembaga atau amil yang mengurusi hal ini. Karena untuk kehati-hatian kita, terlebih dizaman fitnah semacam ini dimana banyak orang enggan untuk membayar zakatnya walau swkwdar zakat jiwa atau zakat fitroh, maka apabila dibayar serentak dan lewat seorang amil atau lembaga maka akan menjadi lebih bersih dan teratur bagi setiap jiwa yang berzakat, karena termasuk hal yang sunnah dalam memberikan zakat dengan cara terang-terangan. Jadi sunnah untuk membayarkan dengan jahr dan dengan melalui amil sehingga ada akad dan kesemangatan dalam membayar zakat secara bersama-sama.
3. Pajak bukan Zakat.
Tidak sah pajak itu menggantikan kewajiban zakat, karena zakat adalah ibadah murni kepada Allah Ta’ala atas rasa syukur kepada-Nya.
Zakat Rumah, Mobil dan kendaraan
Syaikh Muhammad bin Solih Al Utsaimin berkata :Tiada kewajiban berzakat padda mobil pribadi dan segala sesuatu yang digunakan manusia untuk kepentingan dirinya sendiri selain emas dan perak. Beliau menambahkan : Mobilyang isewakan dan mobil pribadi keduanya tidak diambil zakatnya yang dibauyarkan adalah hasil persewaannyademikian juga denagn rumah.
Adapun untuk gaji untuk kehati-hatiannya dihitung dan dibayarkan di awal tahun. Adapun orang yang mengambil uang setiap bulan untuk biaya rumah atau toko yang disimpan di suatu kotak maka bila sampai pada masa haulnya sedang barang tersebut tidak berkurang nisobnya maka harus dikeluarkan zakatnya.dihitung sejak mencapai nisobnya karena menyegerakan membayar zakat tidaklah dilarang dan untuk kehati-hatian.
Adapun rumah dan tanah yang kosong atu rumah tempat tingggal sementara tidak wajib dizakati termasukrumah untuk kebutuhan sendiri selain dari perhiasan. Perhiasan wajib dizakati yang telah disepakati terutama Abu Hanifah. Adapun Imam Ahmad mewajibkan zakat untuk perhiasan yang dipersiapkan untuk dagangan, nafkah dan yang tidak dipakai.akan tetapi madhab Abu Hanifahlah yang lebih rojih yang mewajibkan zakat perhiasan dalam setiap kondisi dan situasi apapun.
Zakat Profesi
Muncul istilah zakat profesi, ia tidaklah wajib dizakati karena ia merupakan suatu pekerjaan dan menjadi kepentingan serta kebutuhan ribadi yang wajib zakat adalah harta yang dihasilkan. Jadi hasil dari profesi seperti dagangan yang dibayarkan zakatnay tanpa harus menunggu masa haul. Ataupun tanaman dan buah-buahan yang wajib zakatynya tanpa menunggu masa haul. Dan profesi inipun yang berkenaan dengan perdagangan, buah dan tanaman.maka para ulama sepakat atas wajib membayarkannya. Abu Hanifah mewajibkan adanya haul sampai batas 1 tahun penuh, Imam Malik mensyaratklan tanpa haul sedangkan Imam Asy Syafi’I dan Ahmad mensyaratkan haul juga. Adapun nisobnya adalah disesuaikan dan dikadarkan denagn emas yaitu 2,5 %.
Zakat Terpadu
Adapun yang dimaksud dengan zakat terpadu adalah mengumpulkan, mendata dan membayarkan zakat atas setiap barang yang dimiliki dengan niatan sebagai suatu kehati-hatian. Zakat model ini adalah batil dan merupakan suatu kesalahan. Seeorang yang menginginkan kehati-hatian dalama masalah zakat ini lalu ia bersikap ghulluw didalamnya. Zakat semaca ini dicetuskan tentang wajib zakatnya dalam Sidang Tarjih Muhammadiyyah ke –1 di Weleri tanggal 29 Oktober 1994 dengan makalah setebal 48 halaman yang mewajibkan berzakat dari penggabungan semua harta lalu dikeluarkan 2,5 % dengan qias pada emas. Hal ini merupakan kesalahan diantara bantahannya disebutkan diantaranya adalah :
Bahwa ayat Al An’am ayat yang ke 141 menyebutkan tidak adanya haul.
Mewajibkan 2,5 % padahal dalam ziro’ah atau hasil pertanian tidaklah demikian.
Zakat untuk hewan ternak telah jelas tanpa harus menggabung dengan harta lainnya.
Putusan ini bertentangan dengan hadits Rasululloh Salallohu 'alaihi Wa Sallam :
ليس على المسلم فى عبده ولا فرسه صدقة
Artinya : Tidaklah atas seorang muslim berzakat atas budak dan kudanya ( Muttafaq ‘Alaih )
Hukum Memindahkan Zakat ke negeri lainnya
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah berkata ; Al Hamdulillah , boleh memberikan zakat pada keluarga yang membutuhkan, walau negerinya jauh yaitu negeri yang dibolehkan mengqosor sholat.
Syaikh Utsaimin berkata : Seseorang boleh membayarkan zakatnya dari daerah tempat tingggalnya jika terdapat kebaikan dan maslahat dalam hal itu.Termasuk memberikan zakat pada sanak saudara di daerah yang bukan daerahnya Hal tersebut tidaklah mengapa Juga bagi penduduk yang pada daerahnya bertaraf tinggi sedang daerah lainnya bertaraf rendah.Akan tetapi apabila tidak ada kebaikan didalamnya maka janganlah dipindahkan . Beliau menambahkan : Boleh seseorang mengeluarkan zakat fitroh dari keluarganya apabila mereka tidak tinggal bersamanya di satu daerah dan zakat fitroh dibayarkan pada waktu badan manusia itu berada.
Adapun zakat fitrohyang masyhur dalam madzhab Hanabillah adalh tidak bole mengangkat seorang wakil agar membeli gandum lalu dibagikan sebagai zakat fitroh di Afganistan misalnya, selama penduduk negeri tersebut membutuhkan. Bila dalam tempat tersebut tidak ada yang membutuhkan maka dipindah kenegeri yang lebih dekat terus yang lebih jauh dan yang lebih jauh dari itu. Menyerahkan zakat kenegeri lain tergantung pada maslahat yang ada.akan tetapi berbeda dengan zakat fitrah. Karena berbeda dalam hal waktu.yatu hanya berkisar satu atau dua hari menjelang sholat ied.
Istilah-Istilah dalam Zakat
• Nisob adalah : Batas minimal dari harta yang wajib dizakati.
• Haul adalah ; Batasan waktu bagi harta yang wajib dizakati.yaitu satu tahun atau hari panen.
• Nisob zakat Perak adalah 200 dirham dikeluarkan 2,5 % atau 1/40 yaitu 5 dirham.
• Nisob emas adalah 20 Dinar dikeluarkan 2,5 % atau 1/40 yaitu 0,5 dinar.
• 1 Dinar = 1 Mitsqol = 4,8 gram. Dan 20 mitsqol = 96 gram
• 1 Mitsqol Irak = 5 gram dan 20 Mitsqol = 100 gram
• 1 Dinar emas = 2,25 gram dan 20 dinar atau mitsqol = 85 gram.
• 1 Dirham perak = 2,975 gram dan 200 dirham = 595 gram
• demikian hitungan Mesir adapun di Kuwait 20 Mitsqol adalah 96 gr emas sedangkan perak 200 dirham = 672 gr. Sedangkan di Irak 129 dirham = 1600 kati dan kati baghdad sekarang adalah 1429 kati.
• Jadi untuk emas dikeluarkan 2,5 % dari emas sebanyak 85 gr atau 96 gr atau 100 gr akan tetapi untuk lebih ikhtiyat kita byarkan ketika mencapai nisob 85 gr.
• Untuk pertanian apabila diairi sendiri maka dikeluarkan 5 %
• Sedang apabila tadah hujan dikeluarkan 10 %.
• 1 Wasq = 60 Sha’ = 5 Mud = 150 kg ( 2,5 x 60 )
• 1 Mud = ½ kg dan 1 sha’ = 2,5 kg untuk zakat fitrah
• 5 wasq = 5 wasq x 60 Sha’ = 300 sha’ ataupun 750 kg beras
• 5 wasq = 4 idrob 2 sukat, 1 idrob = 12 sukat = 653 kg
Reference :
1. Majmu’ Fatawa 25, Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah
2. Kitabuz Zakat I, Syaikh Yusuf Al Qordowi
3. M. Fatawa fii Arkanil Islam, Syaikh Muhammad bin Solih Al Utsaimin
4. Fatawa Al Utsaimin fil Ibdah
5. As’ilah Wal Ajwibah Al Fiqhiyyah
6. Zakat menurut As Sunnah, Edisi Indonesia, Ahmad Husnan
7. Ensiklopedi Islam 5 , Jakarta
8. Kamus kontemporer, Atabik Aliy Ahmad Zuhdi Muhdlor
9. Al Mughny, Ibnu Qudamah, Maktabah Riyadl Al haditsah th. 1981/1401 H.
10. Minhajul Muslim, Abu bakar al Jazairi Darul fikr Beirut
11. Fiqh Ibadah, Hasan Ayyub th. 1986/1406 H.
12. Al Fiqh Al Islamy, DR. Wahbah Zuhaily, Darul fikr, Beirut
13. Fiqh zakat, Yusuf qordlowi, Muassasatur risalah, Beirut, th. 1985/1405 H.
14. Zadul ma'ad, Ibnu Qoyyim, Muassasatur risalah, Beirut, Th. 1987/1407 H.
15. Taisir 'alam Syarh Umdatul Ahkam, Abdulloh bin Abdir Rohman bin Sholih 'Aly Bassam, Jamiyyah Ihya At Turots Al Islamy, Kuwait, th. 1994/1404 H.
16. Fathul bary, Ibnu Hajar Al Atsqolany Darul kutub al Ilmiyah, Beirut, th. 1989/1410 H.
17. Lu'lu' wal marjan, Muhammad Abdul Baqy, Jamiyyah Ihya At Turats Al Islamy, Kuwait,Th. 1994/1414 H.
18. Sunan Abi Dawud, Pustaka Dahlan Indonesia
19. Sunan Ibnu Majah, Pustaka Dahlan Indonesia
20. Nailul autar, Asy Syaukany, Darul fikr, Beirut, th. 1983/1403 H.
21. 'Aunul ma'bud, Syamsul Haq Abady, Darul fikr, Beirut, th. 1979/1399 H.
22. Al Majmu' Syarh Muhadldlab, Imam Nawawi, Darul fikr, Beirut, th. 1996/1417 H.
23. Kitab Fiqh 'Ala Madlahib Al Arba'ah, Abdur Rohman al Jazairi, Darul kutub Al Islamiyah
24. Al As'ilah Wal Ajwibah Al Fiqhiyyah, Abdul Aziz Muhammad As Salman, th. 1412 H
25. Tamamul Minnah, Muhammad Nasiruddin Al Bany, Daru Royah, cet: 3 th. 1409 H
•
DAFTAR PUSTAKA
1. Fathul Baary bisyarh Shahiihil Bukhaary, Imam Ibnu Hajar al-Asqalany, Daarul Fikry-Beirut, cet. I thn.1420 H/2000 M.
2. Shahiih Muslim bisyarhin Nawawy, Imam an-Nawawy, Daarul Kutubil Ilmiyyah-Beirut, cet. I thn. 1421 H/2000 M.
3. al-Mughny, Imam Ibnu Qudamah, Maktabah ar-Riyaadh al-Hadiitsah-Riyadh, cet. I thn.1416 H/1981 M.
4. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Imam al-Qurthuby, Daarul kutubil Ilmiyyah-Beirut, cet.I thn.1416 H/1996 M.
5. Taisiirul ‘Alaam syarh ‘Umdatul Ahkaam, Imam Ali Bassaam, Daarul Fikry-Beirut, cet. VII thn. 1417 H/1987 M.
6. Majmu’ Fataawaa, Imam Ibnu Taimiyah, Muasasah ar-Risaalah-Beirut, cet.I thn. 1418 H/1997 M.
7. Fataawaa al-Lajnaah ad-Daaimah lil Buhuutsil Ilmiyyah wal Iftaa’, Syaikh Ahmad bin Abdur Razaaq, Daarul ‘Aashimah-Riyadh, cet. I thn. 1416 H/1996 M.
8. Fiqhuz Zakaat, Dr. Yusuf Qurdhawy, Muasasah ar-Risaalah-Beirut, cet. VIII thn. 1405 H/1985 M.
Categories
Fiqih
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar