Selasa, 19 Oktober 2010

Udhiyah Dalam Tinjauan syar'i

Diposting oleh laundryiyyas di 15.59
Udhiyah Dalam Tinjauan syar'i
فَصَلِ لِرَبِكَ وَنْحَرْ
"Maka sholatlah untuk tuhanmu dan berkurbanlah." (Q.S. Al-Kautsar: 2).

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
"Jika kalian melihat bulan sabit dzul hijah, sedangkan salah seorang kalian ingin berkurban, maka hendaknya ia menahan rambut dan kukunya."(H.R. Aljama'ah kecuali Bukhari)
A. Defenisi
a. Secara bahasa:
Udhiyah berasal dari kata,ً تَضْحِيَّة - يَضْحِي- ضَحَى artinya menyembelih pada waktu kurban. Juga berarti menyembelih domba atau yang lainnya ketika dhuha pada hari ied. Ibnu Arabi berkata, "Udhiyah ialah menyembelih kambing yang dilaksanakan pada hari ied."
b. Secara istilah:
Sayid Sabiq menyebutkan didalam kitabnya fikih sunnah, Udhiyah ialah Sebuah Ism yang bermakna menyembelih onta, sapi atau kambing pada hari ied dan hari-hari tasriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.
Sedangkan menurut Abu Bakar Jabir Aljazairi, Udhiyah ialah kambing yang disembelih pada duha hari ied dalam rangka bertaqarub kepada Allah Ta'ala.

B. Masru'iyah berkurban
Udhiyah disyareatkan menurut al-qur'an dan As-sunnah serta ijma' kaum muslimin.
• Allah Ta'ala berfirman,
فَصَلِ لِرَبِكَ وَنْحَرْ
"Maka sholatlah untuk tuhanmu dan berkurbanlah." (Q.S. Al-Kautsar: 2).
• Sabda Rosulullah saw,
مَنْ كَانَ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيَعُدْ
"Barang siapa menyembelih hewan sebelum shalat, hendaknya ia mengulangi." (Muttafaq alaihi). Dari Anas beliau berkata,
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ
“Rosulullah menyembelih udhiyah dua ekor domba yang gemuk dan yang bertanduk. Dan saya melihatnya meletakkan kakinya diatas shafah (bagian dekat leher) keduanya, kemudian membaca tasmiyah dan bertakbir dan beliau menyembelih keduanya dengan tangannya sendiri.” (H.R. Bukhari)
• Menurut Ijma', kaum muslimin telah sepakat bahwa disyareatkan udhiyah.

C. Hukum berkurban
- Ibnu Qudamah menyebutkan didalam kitab Al-mughni, udhiyah hukumnya sunnah mu'akadah bukan wajib dan ini merupakan pendapat kebanyakan ahlul ilmi.
- Sayid Sabiq menyebutkan didalam kitabnya, udhiyah hukumnya sunnah mu'akadah, makruh meninggalkannya jika mampu untuk melaksanakannya dengan berhujah dengan hadist Anas.
- Adapun menurut Abu Hanifah udhiyah hukumnya wajib. Sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah bahwa Rosulullah bersabda,

َ مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
"Barang siapa memiliki kemampuan (untuk berkurban) kemudian tidak berkurban, maka janganlah sekali-sekali mendekati tempat sholat kami." (H.R. Ibnu Majah 2/1044)
- Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa udhiyah hukumnya sunnah bukan wajib. Mereka berhujah dengan sabda Nabi saw,
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
"Jika kalian melihat bulan sabit dzul hijah, sedangkan salah seorang kalian ingin berkurban, maka hendaknya ia menahan rambut dan kukunya."(H.R. Aljama'ah kecuali Bukhari)

D. Rukun-rukun Udhiyah
Al-ghazali berkata, rukun udhiyah ada empat yaitu:
a. Hewan udhiyah
Yaitu, binatang ternak, unta, sapi/ kerbau, kambing/domba. Dan dibolehkan berudhiyah dengan jantan dan betina.
b. Waktu udhiyah
Yaitu, waktu iedul adha dan hari-hari tasyriq.
c. Orang yang menyembelih
Yaitu, yang halal sembelihannya.
d. Menyembelih
Yaitu, menyembelih binatang udhiyah dengan sekali sembelihan dengan memotong kerongkongan dan tenggorokan secara sempurna menggunakan alat untuk menyembelih.

E. Keutamaan berkurban
Keutamaan hewan kurban dinyatakan Rosulullah saw dalam sabdanya,

َ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
"Anak keturunan adam tidak mengerjakan sesuatu yang lebih dicintai Allah pada hari penyembelihan dari pada menumpahkan darah (hewan) dan sesungguhnya hewan kurban tersebut datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku-kuku dan rambut. Sesungguhnya darah (hewan kurban) pasti jatuh dari Allah Allah Ta'la disalah satu tempat sebelum jatuh keatas tanah. Oleh Karena itu relakanlah ia. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan At-Thirmirzi yang menghasankan hadist ini meskipun ghorib).
Para sahabat bertanya kepada Rosulullah saw "Apa hewan kurban itu?" Beliau menjawab, "(Hewan kurban) adalah sunnah ayah kalian, Ibrahim. Para sahabat bertanya, "Apa yang diperbolehkan bagi kami dari padanya?" Beliau menjawab, " Pada setiap helai rambut terdapat satu kebaikan." Para sahabat bertanya, "Bagaimana dengan bulunya?" Beliau menjawab, "Pada setiap sehelai bulunya terdapat kebaikan." (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Hadist ini hasan).

F. Hikmah berkurban
Diantara hikmah disyareatkan kurban adalah sebagai berikut:
a. Bertaqorup kepada Allah Ta'ala dengannya, Karena Allah Ta'ala berfirman, "Maka sholatlah untuk tuhanmu, dan berkurbanlah." (Q.S. Al-Kautsar: 2).
b. Menghidupkan sunnah imam orang-orang yang bertauhid, Nabi ibrahim alaihi salam. Allah mewahyukan kepada kepadanya untuk menyembelih anaknya, Ismail, kemudian Allah Ta'ala menebusnya dengan domba. Allah Ta'ala berfirman, "Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." (Q.S. Ash-Shaffat: 107).
c. Menambah jumlah tanggungan keluarga pada hari idul adha dan menebarkan kasih sayang kepada orang-orang fakir dan orang-orang miskin.
d. Sebagai bentuk syukur kepada Allah Ta'ala atas hewan ternak yang diberikan kepada kita.

G. Jenis hewan kurban

a. Kreteria hewan yang dikurbankan
Hewan yang boleh untuk dikurbankan ialah onta, sapi, dan kambing. Tidak syah berkurban dengan hewan selainnya. Allah Ta'ala berfirman,
"Agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak." (Q.S. Al-Hajj: 34).
Dr. Wahbah Az-zuhaili merincikan jenis hewan yang boleh dijadikan kurban didalam kitabnya dengan berpendapat bahwa Ahli fikih sepakat, udhiyah tidak syah kecuali dari binatang ternak seperti onta, sapi dan kerbau atau kambing serta yang sejenisnya, baik jantan maupun betina. Adapun berkurban dengan selain binatang ternak hukumnya tidak boleh seperti sapi liar, kijang dan yang selainnya.

b. Usia yang diperbolehkan
Adapun usia hewan kurban, tidak syah dengan kambing yang usianya kurang dari satu tahun atau hewan kurban dengan unta yang usianya kurang dari empat tahun dan belum memasuki tahun kelima, atau hewan kurban dengan lembu berusia kurang dua tahun dan belum memasuki tahun ketiga karena Rasulullah bersabda,
"Janganlah kalian menyembelih hewan kurban kecuali dengan musinnah (kambing yang telah berusia setahun lebih), kecuali jika kalian mengalami kesulitan uang maka dengan jaza'ah (kambing yang usianya enam bulan hingga satu tahun). Musinnah dari hewan ternak ialah tsaniyah yaitu kambing yang berusia setahun lebih. (Diriwayatkan oleh Muslim).

c. Sifat hewan kurban
• Sifat hewan yang disunnakan
Disunnakan berkurban dengan domba yang gemuk, bertanduk dan jantan. Ini merupakan kesepakatan ulama fikih.
• Sifat hewan kurban yang dilarang hukumnya
Dilarang berkurban dengan hewan yang buta sebelah, hewan yang sakit, hewan yang pincang serta hewan yang kurus. Ini merupakan kesepakatan ulama fikih. Berhujah dengan sabda Nabi saw,
أَرْبَعٌ لاَ تَجُوْزُ فِي اْلأَضَاحِي اْلعَوْرَاءُ اْلبَيِّنُ عَوْرَهَا وَاْلمَرِيْضَةُ اْلبَيِّنُ مَرَضَهَا وَاْلعَرْجَاءُ اْلبَيِّنُ
ضَلْعُهَا وَاْلكَسِيْرُ أَوْ اْلعَجَقَاءُ الَّتِي لاَ تُنْقَى
"Empat jenis hewan yang tidak boleh dijadikan kurban, hewan yang buta sebelah yang jelas butanya, hewan yang sakit jelas sakitnya, hewan yang pincang yang jelas pincangnya dan hewan yang kurus yang hilang sungsumnya."(H.R.Al-Khomsah, Ahmad dan Ashabu sunnan dan dishahihkan oleh Tirmidzi)
• Sifat hewan kurban yang hukumnya makruh
Makruh hukumnya berkurban dengan hewan yang kupingnya terbelah, robek, dan yang terpotong. Begitu juga hewan yang diambil bulunya sebelum dipotong, hewan yang matanya juling atau giginya sudah copot karena umurnya sudah tua dan hewan yang berkudis yang banyak kudisnya.

Para Ulama Mazahib telah sepakat bahwa tidak syah berkurban dengan hewan yang buta sebelah mata, pincang, hewan yang sakit serta hewan yang kurus yang sungsumnya telah hilang. Sedangkan mereka berselisih mengenai hewan yang pecah tanduknya dan terbelah telinganya. Jumhur Ulama berpendapat, jika cacat fisik yang terdapat pada hewan kurban sangat parah, maka hal itu menghalangi kesyahan hewan kurban.
Imam Abu Hanifah, Syafi'I dan jumhur ulama berpendapat bahwa syah hukumnya berkurban dengan hewan yang pecah tanduknya secara mutlak dan Imam Malik memakruhkannya.

H. Hewan manakah yang paling utama
- Imam Malik berpendapat bahwa hewan yang paling utama untuk dikurbankan dimulai dari domba, sapi kemudian baru onta.
- Sedangkan menurut Imam Syafi'I, hewan yang utama untuk dikurbankan itu dimulai dari onta, sapi kemudian baru domba. Ini adalah perkataan Ashab dan Ibnu Syu'bah.
- Adapun menurut Mazhab Hanafi, hewan yang paling utama untuk dijadikan kurban ialah hewan yang banyak dagingnya.
- Adapun menurut Imam Nawawi sebagaimana yang disebutkan didalam kitab Al-Majmu' syarhu muhazab bahwa onta itu lebih utama dari pada sapi, karena lebih besar. Kemudian sapi lebih utama dari pada kambing karena sama dengan tujuh kambing. Menyembelih kambing itu lebih utama dari pada tujuh orang yang berserikat untuk menyembelih onta atau sapi karena dia sendirian dalam menyembelihnya. Kemudian menyembelih domba itu lebih utama dari pada menyembelih biri-biri, hal ini disandarkan kepada perkataan Ummu Salamah,
"Kalau aku menyembelih domba yang berumur enam bulan lebih aku sukai dari pada aku menyebelih biri-biri yang mussinnah." (H.R. Baihaqi). Beliau berpendapat demikian berhujah dengan dengan firman Allah,
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ
"Barang siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah". Ibnu Abbas berkata bentuk pengagungannya yaitu dengan berkurban dengan hewan yang gemuk dan bagus.
- Kesimpulannya, hewan yang paling utama untuk dijadikan kurban ialah yang paling banyak dagingnya, jantan, gemuk dan yang berwarna putih. Tentunya Mazhab Imam Syafi’I dan Hanafilah yang lebih baik untuk diikuti

I. Syarat bagi orang yang ingin berkurban
Para ulama telah sepakat bahwa syarat orang berkurban: Muslim, merdeka, baligh, berakal, muqim, dan mampu melaksanakannya. Sedangkan mereka berselisih mengenai kurban bagi anak kecil dan musafir. Para A’imah Mazahib selain hanafiyah sepakat bahwa udhiyah disunnakan bagi musafir dan yang lainnya. Sedangkan menurut hanafiyah berpendapat bahwa tidak ada udhiyah bagi anak kecil.
Sedangakan udhiyah bagi anak kecil yang diambil dari harta walinya, maka ini disunnahkan menurut mazhab Hanafi dan Maliki. Dan tidak disunnahkan bagi anak kecil untuk berkurban menurut mazhab Syafi’I dan Hambali.



J. Berserikat dalam berkurban
Ahlu fiqih telah sepakat bahwa domba dan biri-biri tidak diperbolehkan berkurban dengannya kecuali dari satu orang saja. Sedangkan onta dan sapi boleh bagi tujuh orang untuk berserikat berkurban dengannya. Hal ini disandarkan kepada hadist Jabir Ra,
نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ بِالْحُدَيْبِيَّةِ اْلبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَاْلبَقَرَةُ عَنْ سَبْعَةٍ
“Kami berkurban bersama Rosulullah saw di Hudaibiyah dengan seekor onta dari tujuh orang yang berserikat begitu juga sapi.” (H.R Al-Jama’ah)
Satu keluarga syah kendati terdiri dari banyak orang untuk berkurban dengan satu kambing. Karena Abu Ayub Al-Anshori berkata, “Pada zaman Rosulullah, seseorang berkurban dengan satu kambing untuknya dan keluarga.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi)

K. Berubahnya hukum udhiyah
 Udhiyah menjadi wajib,
- Jika bernadzar, sebagaiman sabda Rosulullah Saw,
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ
“Barang siapa bernadzar untuk taat kepada Allah, maka hendaknya ia memenuhinya.
- Jika membelih hewan diniatkan untuk berkurban, maka berkurban dengannya hukumnya wajib. Hal ini sebagaimana pendapat Imam Malik.
 Udhiyah menjadi matlubah (ditekankankan)
Hal ini berlaku bagi orang kaya, bukan karena nadzar atau membeli hewan yang diniatkan untuk dikurbankan. Akan tetapi dia melakukannya dengan tujuan bertaqorub kepada Allah.
 Udhiyah menjadi Tathowu’ (dianjurkan)
Hal ini berlaku bagi seorang musafir atau orang fakir yang tidak terikat dengan nadzar atau niatan membeli hewan untuk dikurbankan. Karena tidak ada sebab yang mewajibkan mereka menurut syar’i.

L. Hal-hal yang berkenaan dengan daging hewan kurban
- Disunnahkan bagi yang berkurban makan dari daging sembelihan, memberikannya kepada karib kerabat dan menyedekahkan kepada fakir miskin. Namun afdholnya sepertiga untuk dimakan, sepertiga untuk diberikan kepada karib kerabat dan sepertiganya lagi disedekahkan kepada fakir miskin. Rosulullah bersabda,
وَيُطْعِمُ أَهْلَ بَيْتِهِ اْلثُلُثُ وَيُطْعِمُ اْلفُقَرَاءَ جِيْرَانِهِ اْلثُلُثُ وَيَتَصَدَّقُ عَلَى السُّؤَالِ اْلثُلُثُ
“Hendaknya ia memberi makan dengan sepertiga daging kurban kepada keluarganya, sepertiga kepada tetangganya yang fakir dan sepertiga lagi disedekahkan kepada pengemis. (H.R. Al-Hafidz Abu Musa Al-Asfahani).
- Tidak diperbolehkan menjual daging kurban nadzar atau yang bersifat sunnah. Imam Syafi’I juga para pengikutnya sepakat bahwa tidak boleh menjual sesuatu dari kurban baik yang berupa daging, lemak, kulit, tanduk dan bulunya serta yang lainnya. Dan tidak boleh memberikan kulitnya kepada tukang jagal sebagi upah, namun hendaknya ia menyedekahkannya. Adapun jumhur ulama telah sepakat bahwa tidak boleh menjualnya, baik menjualnya kemudian uangnya untuk dimiliki sendiri. Hal disandarkan kepada perkataan Imam Ali Ra,
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَقْسِمَ جُلُودَهَا وَجِلَالَهَا وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أُعْطِيَ
الْجَزَّارَ مِنْهَا شَيْئًا وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
“Rosulullah menyuruh saya untuk mngurusi onta (yang beliau kurbankan), maka kami membagi kulitnya dan jilalnya. Dan beliau menyuruh kami supaya tidak memberi tukang jagal (upah) darinya. Namun kami memberikan upahnya dari uang kami.” (H.R Bukhari dan Muslim).
Adapun yang membolehkan untuk menjualnya ialah sebagaimana telah dikisahkan dari Ibnu Umar, Ahmad dan Ishaq mereka berpendapat bahwa tidak mengapa menjual kulitnya kemudian mensedekahkan harganya.
- Diperbolehkan untuk memanfaatkan kulitnya untuk membuat sandal, sepatu, ember atau yang lainnya.
- Diperbolehkan memberikannya kepada orang kafir. Ini adalah pendapat Hasan, Abu tsaur dan Ashabur Ro’yi. Imam Malik berkata, memberikan selain mereka lebih aku sukai. Adapun hewan kurban yang hukumnya wajib tidak syah diberikan kepada mereka.
- Diperbolehkan menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari. Ini adalah perkataan kebanyakan ahlu ilmi. Dari Aisyah beliau berkata, Orang badui telah datang untuk mendapatkan daging udhiyah ketika hari iedul adha dengan berjalan cepat. Maka Rosulullah bersabda, “Makanlah (daging sembelihan) dan simpanlah sepertiganya. Setelah itu mereka bertanya, “Wahai Rosulullah, kebanyakan manusia mengambil manfaat dari hewan sembelihan dengan menyimpan lemaknya dan menjadikan kulitnya sebagai tempat air.” “Bukankah hal itu engkau larang ya Rosulullah? Kemudian beliau bersabda,
إِنَّمَا نَهَيْتُ لِلدَّافَّةِ الَّتِي دَفَّتْ كُلُوا وَادَّخِرُوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya yang saya larang ialah memberikan (daging kurban) kepada orang yang mengadakan perjalanan. Maka makanlah, simpanlah dan bersedekahlah dengannya.” (H.R. an-Nasa’i)
N. Tata cara menyembelih hewan udhiyah
a. Penyembelihannya hanya dipersembahkan untuk Allah Subhanahu Wata'ala, bukan untuk selainnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-bayinah ayat 5.
وَمَآأُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. 98:5)

b. Penuh kasih sayang terhadap binatang. Dari Qurrah bin Iyyas al-Muzani, bahwasannya seseorang bertanya, “Wahai Rosulullah sesungguhnya aku sangat menyayangi kambing untuk menyembelihnya,” Maka Rosulullah bersabda, “Jika engkau menyayanginya niscaya Alla menyayangimu. (H.R. Hakim: 3/586).
c. Menajamkan pisau yang digunakan untuk menyembelih. Rosulullah bersabda, “Dan jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Dan hendaknya seseorang dari kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (H.R. Muslim)
d. Menghadapkan hewan udhiyah kearah kiblat seraya membaca do’a,

إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِين

e. Ketika menyembelih membaca,
بِسْمِ اللهِ اللهُ أَكْبَرُ
f. Meletakkan kaki diatas bagian dekat dengan leher. Dari Anas bin Malik berkata, "Rosulullah menyembelih udhiyah dua ekor domba yang gemuk dan yang bertanduk. Beliau menyembelihnya keduanya dengan mengucapkan bismillah allahu akbar dan meletakkan kakinya diatas shafah keduanya, shafah adalah bagian dekat leher. (H.R. Bukhari)
g. Menyembelih di mushala, lapangan, atau tempat yang lapang. Hikmahnya supaya diketahui fakir miskin dan mereka bisa ikut merasakan daging tersebut.
h. Disunnahkan orang yang berudhiyah menyembelih dengan tangannya sendiri. Sebagaimana perkataan Anas, “Maka Rosulullah memotong dua binatang korbannya dengan tangannya sendiri.” (H.R. Al-Jama’ah)
i. Menyembunyikan pisau dari padangan binatang.
j. Menjauhkan binatang yang belum disembelih dari hewan yang sudah mati.
k. Hendaknya bagi yang berkurban tidak mencukur atau memotong rambut dan kuku sebelum disembelih.

0 komentar:

 

Laundry " Iyyas cemerlang " Copyright © 2009 Baby Shop is Designed by Ipietoon Sponsored by Emocutez